REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Jaksa penuntut umum Turki meminta pengadilan untuk menghentikan persidangan in absentia dari 26 tersangka Saudi atas pembunuhan Jamal Khashoggi. Jaksa meminta kasus ini ditransfer ke pihak berwenang Saudi.
Pengadilan mengatakan pada Kamis (31/3/2022) bahwa pihaknya akan meminta pendapat kementerian kehakiman atas permintaan tersebut. Persidangan kemudian akan diatur ulang pada 7 April.
"Jaksa mengatakan kasus itu berlarut-larut karena perintah pengadilan tidak dapat dijalankan dengan alasan tersangka adalah warga negara asing," kata laporan kantor berita DHA, dikutip laman Aljazirah, Jumat (1/4/2022).
Perkembangan ini terjadi ketika Turki sedang berupaya menormalkan hubungan dengan Arab Saudi yang mencapai titik terendah sepanjang masa setelah pembunuhan Khashoggi, seorang kontributor The Washington Post. Khashoggi (59 tahun) terakhir terlihat memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018. Para pejabat Turki yakin tubuhnya dimutilasi dan dipindahkan. Jenazahnya belum ditemukan hingga kini.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan dalam sebuah wawancara pada Kamis bahwa otoritas Saudi lebih kooperatif dalam masalah peradilan dengan Turki, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Para pejabat Saudi mengatakan pembunuhan itu dilakukan oleh agen-agen salah.
Pada September 2020, pengadilan Saudi memenjarakan delapan orang selama antara tujuh dan 20 tahun atas pembunuhan dalam persidangan yang menurut para kritikus tidak transparan. Tak satu pun dari para terdakwa disebutkan namanya.
Setelah pengadilan Saudi, pengadilan Turki meminta kementerian kehakiman pada November untuk mengirim surat ke Riyadh menanyakan tentang mereka yang telah dijatuhi hukuman di kerajaan, untuk menghindari risiko mereka dihukum dua kali. Jaksa Turki mengatakan pihak berwenang Saudi menanggapinya dengan meminta kasus tersebut dialihkan kepada mereka, dan agar apa yang disebut red notice terhadap para terdakwa dicabut.
"Riyadh juga berjanji untuk mengevaluasi tuduhan terhadap 26 terdakwa jika kasus itu dialihkan," kata jaksa.
Sebuah laporan intelijen AS yang dirilis setahun lalu mengatakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman menyetujui operasi untuk membunuh atau menangkap Khashoggi. Pemerintah Saudi telah membantah keterlibatan putra mahkota dan menolak temuan laporan tersebut.
Putra mahkota mengatakan kepada The Atlantic dalam sebuah artikel yang diterbitkan bulan ini bahwa dia merasa haknya sendiri telah dilanggar oleh tuduhan terhadapnya karena setiap orang harus dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah.