REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama memastikan emas batangan dan emas granula tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurutnya, banyak negara mengecualikan emas batangan dari pungutan PPN karena emas batangan dianggap setara dengan alat tukar.
"Kita melihat pada best practice, emas batangan tidak akan kita kenakan PPN. Dalam konteks sekarang, nantinya menjadi tidak dipungut, sama dengan emas granula," kata Yoga dalam media briefing daring yang dipantau di Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Ia menambahkan hanya emas perhiasan yang akan menjadi Barang Kena Pajak (BKP) dan dipungut PPN. Menurutnya, pengecualian emas batangan dan emas granula dari pengenaan PPN dilakukan untuk mendorong produksi dan hilirisasi produk emas.
Selain emas batangan dan granula, pungutan PPN juga dikecualikan untuk barang dan jasa kena pajak daerah, uang, surat berharga, jasa keagamaan, dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 sebagaimana amanat Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dari 15 persen menjadi 5 persen. Selain itu, pemerintah juga mulai membebaskan pajak untuk pelaku usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet sampai Rp 500 juta.