REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menandatangani Nota Kesepahaman Kerja Sama untuk Mendorong Investasi dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional.
Hal itu untuk mengembalikan trajectory ekonomi dalam Visi Indonesia 2045, yaitu target pertumbuhan ekonomi 5,3 sampai 5,9 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 6,4 sampai 7,9 persen.
Maka diperlukan investasi Rp 6.300 sampai Rp 6.500-an triliun. Kontribusi swasta dan masyarakat diharapkan mencapai 82,2 sampai 83,6 persen atau sekitar Rp 5.400-an triliun pada 2023.
“Nota kesepahaman ini menjadi landasan bagi Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Investasi/BKPM dalam meningkatkan sinergi ke depan. Bersama-sama mendorong agar investasi lebih berkualitas sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian serta memberikan ruang yang lebih luas bagi investasi yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Menteri Suharso.
Tahun depan, untuk pertama kalinya, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 akan mengintegrasikan rencana investasi prioritas swasta ke dalam rencana pembangunan nasional. Menteri Investasi menyampaikan, penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan momentum tepat untuk meningkatkan sinergi dengan Kementerian PPN/Bappenas, utamanya dalam delapan aspek.
Pertama, pertukaran data dan informasi khususnya terkait investasi. Kedua, penyusunan peta peluang investasi. Ketiga, koordinasi dan konsultasi dalam rangka penyusunan investasi prioritas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Keempat, mendorong pengembangan investasi berkelanjutan. Kelima, penyelarasan dan pelaksanaan kegiatan promosi investasi bersama. Keenam, mendorong kemudahan berusaha, perizinan investasi, serta pemberian fasilitas khusus dalam investasi pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara.
Ketujuh, fasilitasi pelaksanaan percepatan realisasi investasi termasuk penyelesaian hambatan berusaha pada proyek investasi prioritas. Kedelapan, koordinasi pelaksanaan kerja sama internasional dalam rangka percepatan kegiatan investasi.
"Salah satu poin yang disepakati yaiti pertukaran data, khususnya terkait investasi, kemudian kolaborasi investasi di sektor strategis, khususnya hilirisasi. Selanjutnya, bagaimana kita mendorong untuk meningkatkan investasi kita di sektor manufaktur sebagai salah satu syarat untuk kita keluar dari negara berpendapatan menengah," ujar Bahlil.
Salah satu syarat mewujudkan investasi yang berkualitas adalah dengan mendorong investasi di sektor manufaktur terutama hilirisasi dan meningkatkan keahlian tenaga kerja, sehingga dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang layak. Sepanjang 2021, realisasi investasi mencapai Rp 901,0 triliun atau tumbuh 9 persen dibandingkan 2020.
Berdasarkan distribusinya, realisasi investasi di luar Jawa berkontribusi 52 persen lebih besar dibandingkan kontribusi pada 2019 dan 2020 yang secara berturut-turut sebesar 46,3 persen dan 50,5 persen.
Peningkatan realisasi investasi, selain didorong secara kuantitas, juga ditingkatkan secara kualitas agar lebih inklusif dan berkelanjutan. Realisasi investasi tahun ini ditargetkan mencapai Rp 1.200 triliun.
Capaian dan target tersebut merupakan investasi di sektor riil, tidak termasuk sektor hulu migas dan jasa perbankan. Angka ini merupakan bagian dari PMTB yang ditargetkan pemerintah sebesar Rp 5.400 triliun hingga tahun 2023 mendatang. Adapun PMTB ini juga mencakup investasi pemerintah, BUMN, dan juga sektor riil.
Selain untuk program prioritas 2023, investasi menjadi salah satu pendorong utama keberhasilan pencapaian Visi Indonesia 2045. Secara bertahap, kebijakan investasi akan dimulai dengan investasi pada sektor padat karya dan berorientasi ekspor, hingga investasi pada sektor bernilai tambah tinggi, berteknologi maju, berinovasi tinggi, serta berkelanjutan untuk memperkuat peran Indonesia dalam rantai nilai global.
Belajar dari pengalaman negara lain seperti Korea Selatan, data investasi swasta yang akurat dan pelibatan swasta memegang peranan vital dalam proses perencanaan pembangunan. Sementara untuk memiliki perekonomian yang tangguh, Swedia dan Denmark telah mengedepankan investasi masif di sektor yang inovatif serta prinsip triple helix, yaitu kerja sama pemerintah, swasta, dan akademisi untuk mengembangkan perekonomian.
Untuk itu, ke depan, kerja sama dan sinergi antara pemerintah dan swasta akan didorong dalam program-program pembangunan nasional.