REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Puasa adalah sebuah gaya hidup yang memberi banyak manfaat kesehatan. Kendati demikian, terkadang puasa ini kurang diperhatikan.
Bahkan, mengungkap hewan sekalipun dalam keadaan terluka atau sakit biasanya akan memilih untuk berpuasa sebagai bagian dari upaya penyembuhannya. Hewan yang sakit ini bukan makan banyak tapi memilih berpuasa.
"Karena itu, bukan tempatnya lagi kita meragukan manfaat puasa. Kedokteran kuno sendiri sudah banyak menggunakan puasa sebagai terapi," ujar dokter spesialis gizi, Tirta Prawita Sari, dalam dalam sebuah diskusi virtual bertema Meraih Ramadhan dengan Gizi yang Berkah, Jumat (1/4/2022).
Dia menambahkan, baru-baru ini seorang ilmuan dari Jepang bernama Yoshinori Ohsumi mendapatkan hadiah Nobel karena berhasil menemukan konsep autofagi dan bagaimana autofagi dapat memperbaiki status kesehatan manusia.
Karena penemuan itu maka orang ramai membicarakan mengenai aotofagi ini. Perlu diketahui, autofagi adalah mekanisme pembersihan diri yang terjadi ketika tubuh dilatih untuk puasa selama kurun waktu tertentu. Mekanisme ini memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan. Jadi, puasa adalah bagian dari autofagi ini.
"Kalau kita pernah membaca topik intemittent fasting maka kita akan banyak sekali menyaksikan penelitian yang menunjukkan hasil yang baik dari intermittent fasting ini," katanya.
Lebih lanjut Wita mengemukakan puasa begitu diterima oleh semua orang. Karena itu kembali lagi dia menegaskan bahwa tidak pada tempatnya meragukan manfaat puasa. Dalam konteks puasa, yang berarti tidak adanya makanan yang masuk ke dalam tubuh atau energi intake atau yang banyak dibicarakan orang adalah kalori.
Wita menjelaskan, pada saat berpuasa ada beberapa parameter yang mengalami perubahan. Salah satunya adalah menurunnya kadar gula darah yang disertai menurunnya kadar horman insulin di dalam tubuh. "Penurunan ini tentu saja memberi manfaat yang sangat banyak," katanya.