REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merkuri selama ini banyak digunakan baik dalam industri pertambangan, pertanian, kosmetik, peralatan listrik, bahkan industri medis. Namun merkuri merupakan bahan kimia yang sangat merusak bila salah memperlakukannya.
Pencemaran merkuri mudah menyebar lewat udara, tanah, dan air. Paparan merkuri yang tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan, mulai dari yang bersifat korosif ke kulit secara langsung, kerusakan pada saluran pencernaan, sistem saraf, dan ginjal.
Selain itu, merkuri juga berisiko mengganggu berbagai organ tubuh, seperti otak, jantung, paru-paru, hingga sistem kekebalan tubuh, gangguan Janin dan fungsi reproduksi perempuan.
Untuk itu edukasi tentang bahaya penggunaan merkuri perlu ditingkatkan, guna menurunkan risiko dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang disebabkan oleh senyawa dan lepasan merkuri.
Demikian kesimpulan yang diperoleh para peserta konferensi internasional COP 4 Minamata di Bali selama hampir satu pekan. "Perlu tindaklanjut serius dalam penguatan edukasi ke publik terkait bahaya merkuri tersebut," ujar utusan dari perusahaan pengolah limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3), PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), Arum Tri Pusposari.
Selain edukasi mengenai bahaya merkuri, publik juga perlu mengetahui bagaimana memperlakukan limbah tersebut. "Masyarakat perlu tahu bahwa tanpa disadari kita hidup dan tinggal dengan dikelilingi merkuri, seperti penggunaan lampu TL, termometer air raksa, tensimeter, amalgam gigi, baterai, lampu bertekanan tinggi dan kosmetik ilegal," ucap manager humas PT PPLI tersebut.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia melalui kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak 21 Maret hingga 25 Maret menggelar Konvensi Minamata tentang Merkuri di Bali Dihadiri Delegasi 135 Negara. Istilah Minamata yang digunakan sebagai nama konferensi tersebut diambil dari salahsatu daerah di Jepang.
Kala itu, 1958 terjadi peristiwa pencemaran merkuri paling dahsyat. Saat itu, PT Chisso membuang limbah kimianya di Teluk Minamata dalam jumlah besar. Ikan-ikan tercemar merkuri dan banyak warga terkena penyakit dan alami cacat fisik. Bahkan ratusan warga lainnya meninggal akibat kelumpuhan syaraf setelah mengonsumsi ikan yang mengandung merkuri.
Di Indonesia, mencegah pencemaran Merkuri serupa, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) juga terlibat dalam upaya mengolah limbah merkuri. Perlu diketahui, limbah merkuri bukan hanya ada di industri, namun juga terdapat di sekeliling kita, di rumah kita diantaranya lampu TL.
Dijelaskan Arum, proses pengolahan merkuri yang berada di lampu TL dilakukan secara aman dan sesuai regulasi dengan menggunakan alat yang dinamakan bulb eater. Alat ini merupakan sebuah sistem tertutup yang mampu menghancurkan lampu TL sekaligus mengisolasi debu dan uap merkuri di dalamnya. Uap merkuri tersebut kemudian diserap dengan karbon aktif dan filter HEPA.
Selanjutnya pecahan lampu serta karbon aktif dan filter HEPA yang telah jenuh diolah melalui proses stabilisasi/enkapsulasi dan ditimbun secara aman ke dalam landfill (lahan timbus).
PPLI berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam menangani limbah lampu bermerkuri agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Kesadaran dan partisipasi masyarakat, dapat membantu upaya untuk mengurangi potensi pencemaran merkuri, sehingga dapat melindungi generasi mendatang dari ancaman bahaya merkuri.