Sabtu 02 Apr 2022 18:30 WIB

China tak Ingin Diatur Barat untuk Temukan Solusi Perdamaian di Ukraina

Barat meminta China tidak menutup mata atas pelanggaran Rusia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden China Xi Jinping.
Foto: AP/Andy Wong
Presiden China Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- China menawarkan jaminan kepada Uni Eropa (UE) akan mencari solusi damai di Ukraina, Jumat (1/4). Hanya saja, Beijing mengatakan upaya itu akan dengan caranya sendiri, bukan proses yang diberikan oleh Barat.

Janji itu disampaikan langsung oleh Perdana Menteri China Li Keqiang kepada para pemimpin UE dalam pertemuan virtual. Li mengatakan Beijing selalu mencari perdamaian dan mempromosikan negosiasi serta bersedia untuk terus memainkan peran konstruktif dengan masyarakat internasional.

Baca Juga

Sementara Presiden China Xi Jinping berharap UE akan memperlakukan China secara independen, merujuk hubungan dekat Eropa dengan Amerika Serikat (AS) yang merupakan saingan dalam banyak peristiwa. China memiliki kekhawatiran bahwa negara-negara Eropa mengambil isyarat kebijakan luar negeri garis keras dari AS. Negara ini dan telah menyerukan UE untuk mengecualikan campur tangan eksternal dalam hubungan kedua wilayah.

UE meminta agar China untuk tidak mengizinkan Rusia menghindari sanksi Barat yang dikenakan atas invasi ke Ukraina. "Kami meminta China untuk membantu mengakhiri perang di Ukraina. China tidak bisa menutup mata terhadap pelanggaran Rusia terhadap hukum internasional," kata Presiden Dewan Eropa Charles Michel dalam jumpa pers dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen setelah pertemuan UE-Cina pertama sejak 30 Desember 2020.

"Setiap upaya untuk menghindari sanksi atau memberikan bantuan kepada Rusia akan memperpanjang perang," katanya.

Beijing menjalin hubungan energi, perdagangan dan keamanan yang lebih dekat dengan Moskow. Beberapa minggu sebelum invasi 24 Februari, kedua negara mendeklarasikan kemitraan strategis "tanpa batas".

Michel mengatakan kedua pihak sepakat bahwa peristiwa yang disebut Rusia sebagai operasi militer khusus, mengancam keamanan global dan ekonomi global. Sedangkan Von der Leyen mengatakan, Beijing perlu mempertahankan tatanan internasional yang telah menjadikan wilayah itu sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia.

Barat mengatakan invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran terhadap piagam PBB. "Ini adalah momen yang menentukan karena tidak akan ada yang seperti sebelum perang. Sekarang menjadi pertanyaan untuk mengambil sikap yang sangat jelas untuk mendukung dan mempertahankan tatanan berbasis aturan," kata Von der Leyen.

Beijing telah menolak untuk mengutuk tindakan Moskow di Kiev atau menyebutnya sebagai invasi. Cihna pun telah berulang kali mengkritik sanksi Barat yang ilegal dan sepihak.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement