REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Polisi dan militer berpatroli di ibu kota Sri Lanka, Kolombo ketika toko-toko perlahan dibuka pada Sabtu (2/4/2022). Keadaan darurat sebelumnya diumumkan untuk mengatasi meningkatnya kerusuhan di tengah krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa memberlakukan undang-undang yang memungkinkan militer untuk menangkap dan menahan tersangka tanpa surat perintah pada Jumat (1/4/2022) malam. Dalam pengumuman itu, dia mengatakan keadaan darurat diperlukan untuk melindungi ketertiban umum dan untuk menjaga pasokan dan layanan penting.
Marah dengan kekurangan bahan bakar dan barang-barang penting lainnya, ratusan pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan militer di luar kediaman Rajapaksa sehari sebelum pengumuman keadaan darurat. Mereka menyerukan penggulingannya dan membakar beberapa kendaraan polisi serta tentara. Polisi menangkap 53 orang dan kemudian memberlakukan jam malam di dan sekitar Kolombo untuk menahan protes sporadis lainnya.
Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu bergulat dengan pemadaman aliran listrik secara bergilir hingga 13 jam sehari. Pasokan gas pun menipis, terlebih usai kapal yang membawa 5.500 metrik ton gas memasak harus meninggalkan perairan Sri Lanka setelah Laugfs Gas tidak dapat memperoleh 4,9 juta dolar AS dari bank lokal ke membayar itu.
"Orang-orang berjuang dengan kekurangan gas memasak yang akut, tetapi bagaimana kami dapat membantu mereka ketika tidak ada dolar? Kami terjebak," kata Ketua Laugfs Gas W.H.K. Wegapitiya.
Krisis yang sedang berlangsung di Sri Lanka akibat salah urus ekonomi oleh pemerintah berkepanjangan. Kondisi ini telah diperparah oleh pandemi Covid-19 yang telah memukul pariwisata dan pengiriman uang.