REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kekerasan yang terjadi di wilayah selatan Thailand akan berhenti sementara selama bulan Ramadhan. Keputusan ini pun mendapatkan sambutan hangat untuk menuju kesepakatan damai yang diharapkan.
Pemerintah Thailand mengatakan penciptaan lingkungan yang kondusif untuk perdamaian selama Ramadhan akan memungkinkan orang dengan aman melakukan praktik keagamaan. Kesepakatan damai sementara ini pun dapat meningkatkan kepercayaan publik dalam dialog perdamaian.
Delegasi pemerintah Thailand dan perwakilan dari kelompok pemberontak utama, Barisan Revolusi Nasional (BRN), bertatap muka awal pekan ini di Malaysia. Pembicaraan langsung ini merupakan putaran terakhir pembicaraan setelah dialog perdamaian dilanjutkan pada Januari setelah jeda dua tahun karena dari pandemi Covid-19.
BRN mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk menghentikan kekerasan selama Ramadhan yang berlangsung dari 3 April hingga 14 Mei. Gencatan senjata ini dilakukan untuk menciptakan suasana aman dan sejahtera bagi masyarakat sebagai proses membangun kepercayaan untuk membangun perdamaian yang berarti.
Menurut pemerintah Thailand, kedua belah pihak juga telah sepakat untuk membentuk kelompok kerja bersama di tiga bidang. Bidang tersebut termasuk pengurangan kekerasan, konsultasi publik, dan solusi politik.
Lebih dari 7.300 orang telah meninggal dalam kekerasan terkait pemberontakan sejak 2004. Pemberontakan puluhan tahun berkobar di provinsi Narathiwat, Yala, Pattani, dan beberapa bagian Songkhla, daerah mayoritas Muslim berbahasa Melayu di mayoritas Buddha Thailand.
Kelompok separatis bayangan telah menyerukan kemerdekaan untuk provinsi mayoritas Melayu-Muslim di selatan. Wilayah ini merupakan bagian dari kesultanan yang disebut Patani dan dianeksasi oleh Thailand pada 1909 sebagai bagian dari perjanjian dengan Inggris.
Separatis telah lama mengeluh bahwa Muslim Melayu secara paksa berasimilasi oleh Thailand dan menuduh pasukan keamanan Thailand melakukan kekejaman di masa lalu. Pemerintah Thailand telah mempertahankan operasinya di daerah tersebut.
Pembicaraan antara pemerintah Thailand dan kelompok pemberontak dimulai pada 2013 dan sering kali terganggu. Putaran terakhir pembicaraan dimulai kembali pada 2019, yang mengarah ke pembicaraan damai formal yang difasilitasi oleh Malaysia pada awal 2020, tetapi pembicaraan itu terganggu oleh pandemi.