REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku membuka peluang untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi terpidana Edhy Prabowo. Namun, lembaga antirasuah itu mengaku akan mempelajari terlebih dahulu Undang-Undang Kejaksaan.
"Apakah dengan Undang-Undang Kejaksaan yang baru peluang untuk pengajuan PK oleh KPK dimungkinkan atau tidak," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Sabtu (2/4).
Dia melanjutkan, KPK juga akan mempelajari putusan lengkap kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyunat hukuman mantan menteri kelautan dan perikanan tersebut. Sayangnya, KPK mengaku hingga kini belum menerima salinan lengkap dari putusan MA dimaksud.
Ali mengatakan, KPK saat ini baru menerima petikan putusan yang akan dilakukan untuk mengeksekusi mantan wakil ketua umum partai Gerindra itu ke lembaga pemasyarakatan. Dia melanjutkan, tim jaksa juga masih dalam proses persiapan untuk eksekusi.
"Sejauh ini kami belum terima salinan secara utuh. Nanti kami infokan proses eksekusi baik penjara badan maupun eksekusi asetnya," katanya.
Seperti diketahui, MA telah memangkas hukuman terpidana korupsi kasus suap perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) Edhy Prabowo. Hukuman mantan ketua Komisi IV DPR RI itu disunat dari sembilan tahun penjara menjadi lima tahun penjara.
Edhy juga diberikan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. MA juga mengurangi pencabutan hak politik Edhy Prabowo dari 3 tahun menjadi 2 tahun terhitung setelah dia selesai menjalani masa pidana pokok.
Diskon hukuman diberikan lantaran MA menilai bahwa Edhy Prabowo telah bekerja dengan baik semasa menjabat sebagai menteri KP. MA menilai kebijakan Edhy Prabowo yang mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 yang bertujuan untuk pemanfaatan benih lobster.
Mereka berpendapat, kebijakan mantan wakil ketua umum partai Gerindra itu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster di Indonesia sangat besar. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL.
"Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya nelayan kecil," demikian pertimbangan majelis kasasi.