Senin 04 Apr 2022 06:53 WIB

Afghanistan Jalani Ramadhan Pertama sejak Taliban Berkuasa

Warga Afghanistan menyambut Ramadhan di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Milisi Taliban (ilustrasi)
Foto: english.alarabiya.net
Milisi Taliban (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Warga Afghanistan menyambut Ramadhan di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus tahun lalu. Sekitar 300 pria, mengenakan shalwar kameez tradisional Afghanistan, berkumpul sebelum matahari terbenam di masjid Wazir Akbar Khan, di ibu kota untuk sholat malam pada hari pertama Ramadhan.

"Ramadhan ini berbeda dari rezim sebelumnya," kata jamaah Khairullah dilansir dari Alaraby, Senin (4/4/2022).

"Sekarang kami menjalankan kewajiban Islam kami bersama di tanah Islam di bawah rezim Islam,” ujarnya.

Masjid Wazir Akbar Khan adalah salah satu tempat ibadah terkenal di Kabul, dan menjadi sasaran serangan bom pada Juni 2020 yang menewaskan imam dan beberapa jamaahnya.

Masjid ini terletak di pusat Kabul di pintu masuk utama ke bekas pusat diplomatik yang dikenal sebagai Zona Hijau yang menampung beberapa kedutaan asing termasuk misi Washington.

Setelah berbuka puasa, para pria itu duduk berbaris di halaman masjid tempat para sukarelawan menyajikan makanan untuk mereka.

Di provinsi selatan Kandahar, pusat kekuatan de facto Taliban, beberapa pejuang gerakan fundamentalis berbuka puasa di pos pemeriksaan dan masjid.

Warga Afghanistan menandai Ramadhan pada saat negara itu terjerumus ke dalam krisis kemanusiaan yang mendalam. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan lebih dari setengah dari 38 juta penduduk negara itu menghadapi kelaparan saat musim dingin terus berlanjut.

Krisis semakin dalam setelah para donor menghentikan bantuan ketika Taliban merebut kekuasaan Agustus lalu. Masyarakat internasional sejauh ini tidak mengakui pemerintah Taliban.

"Orang-orang mengharapkan masa-masa indah di bawah emirat Islam tetapi sayangnya itu tidak terjadi," kata Shahbuddin, seorang penduduk Kabul, merujuk pada rezim Taliban.

"Dunia harus mengakui pemerintah Taliban, jika tidak kita akan melihat bencana kemanusiaan,” ujarnya.

Negara-negara lain bersikeras bahwa Islam garis keras menghormati hak-hak perempuan untuk pendidikan dan bekerja untuk menerima bantuan.

Taliban telah menindak kebebasan perempuan, termasuk melarang mereka dari banyak pekerjaan pemerintah dan menutup sekolah menengah perempuan.

Sementara bagi Shahbuddin, kenaikan harga makanan sudah tak tertahankan. “Untuk pertama kalinya saya melihat harga pangan naik begitu tinggi di bulan Ramadhan," katanya.

"Orang-orang mengharapkan bahwa di negara Islam harga akan turun selama Ramadhan, tapi itu tidak terjadi,” tambah dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement