REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rahmat Effendi (RE) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wali Kota Bekasi nonaktif itu diyakini telah menyamarkan harta kekayaan hasil korupsi yang dia lakukan menggunakan nama tertentu.
"Tim penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti diantaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi," kata Plt Juru Bicara KPk bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Senin (4/4/2022).
Rahmat Effendi alias Bang Pepen merupakan tersangka suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Ali menjelaskan, KPK telah melakukan pengumpulan berbagai alat bukti diantaranya dari pemeriksaan sejumlah saksi terkait perkara tersebut.
Dia melanjutkan, tim penyidik kemudian menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan Bang Pepen. KPK kemudian melakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU.
"Dimana dari serangkaian perbuatan tersangka RE tersebut diantaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi," katanya.
Seperti diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Wali Kota Bekasi nonaktif itu diringkus tim satuan tugas KPK bersama dengan 14 orang lain dalam operasi senyap tersebut.
Dalam operasi itu, KPK mengamankan uang total Rp 5 miliar dalam bentuk tunai dan buku tabungan. Lembaga antirasuah itu kemudian menetapkan sembilan sebagai tersangka korupsi, termasuk Bang Pepen dari 14 orang yang berhasil disergap tim satuan tugas tersebut.
Wali Kota Bekasi itu diyakini mengintervensi lokasi ganti rugi dan pembebasan lahan yang dilakukan Pemkot Bekasi menggunakan APBD-P tahun 2021. Anggaran dalam APBD-P tersebut berjumlah keseluruhan Rp 286,5 miliar.
Dana itu kemudian digunakan untuk memberikan ganti rugi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.