Senin 04 Apr 2022 12:02 WIB

Rahmat Effendi Ditetapkan Sebagai Tersangka Pencucian Uang

Tersangka menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan hasil tindak pidana

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rahmat Effendi (RE) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wali kota Bekasi nonaktif itu diyakini telah menyamarkan harta kekayaan hasil korupsi yang dia lakukan menggunakan nama tertentu.

"Tim penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti diantaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi," kata Plt Juru Bicara KPk bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Senin (4/4/2022).

Rahmat Effendi alias Bang Pepen merupakan tersangka suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan pemerintah kota Bekasi. Ali menjelakskan, KPK telah melakukan pengumpulan berbagai alat bukti, di antaranya dari pemeriksaan sejumlah saksi terkait perkara tersebut.

Kata dia, tim penyidik kemudian menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka yang merupakan politisi partai Golkar tersebut. KPK kemudian melakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU.

"Dimana dari serangkaian perbuatan tersangka RE tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi," katanya.

Seperti diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan setelah terjaring OTT KPK. Wali Kota Bekasi nonaktif itu diringkus tim satuan tugas KPK bersama dengan 14 orang lain dalam operasi senyap tersebut.

Dalam operasi itu, KPK mengamankan uang total Rp 5 miliar dalam bentuk tunai dan buku tabungan. Lembaga antirasuah itu kemudian menetapkan sembilan sebagai tersangka korupsi, termasuk Bang Pepen, dari 14 orang yang berhasil disergap tim satuan tugas tersebut.

Politisi Partai Golkar itu diyakini mengintervensi lokasi ganti rugi dan pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah kota Bekasi menggunakan APBD-P tahun 2021. Anggaran dalam APBD-P tersebut berjumlah keseluruhan Rp 286,5 miliar.

Dana itu kemudian digunakan untuk memberikan ganti rugi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement