REPUBLIKA.CO.ID, BRATISLAVA -- Perdana Menteri Slovakia Eduard Heger mengatakan, negaranya akan bersatu dengan Uni Eropa dalam menentang tuntutan Rusia perihal pembelian gas dengan menggunakan mata uang rubel. Menurutnya, tuntutan Moskow melanggar ketentuan kontrak.
“Dalam situasi ini, persatuan adalah kuncinya, dan kami bersikeras untuk menghormati ketentuan kontrak serta pembayaran dalam (mata uang) euro,” kata Heger dalam sebuah unggahan di akun Facebook-nya pada Ahad (3/4/2022).
Komentar Heger muncul setelah Menteri Ekonomi Slovakia Richard Sulik mengatakan, negaranya tidak dapat memutus pasokan gas dari Rusia. Oleh sebab itu, Slovakia, kata Sulik, siap membayar menggunakan rubel jika memang diperlukan.
“(Pasokan) gas tidak boleh terhenti. Jika ada syarat untuk membayar dalam rubel, maka kami membayar dalam rubel,” kata Sulik dalam sebuah acara debat yang disiarkan di stasiun televisi RTVS, Ahad lalu.
Sulik mengungkapkan, perusahaan gas Slovakia, SPP, melakukan pembayaran gas terakhirnya kepada Rusia menggunakan euro. Dia menyebut, pembayaran berikutnya akan jatuh tempo pada 20 Mei mendatang. Dengan demikian, menurut Sulik, Slovakia masih memikirkan solusi atas masalah tuntutan Rusia.
Akhir pekan lalu, Lithuania memutuskan menyetop impor impor gas dari Rusia. “Mulai bulan ini, tidak ada lagi gas Rusia di Lithuania. Bertahun-tahun yang lalu negara saya membuat keputusan bahwa hari ini memungkinkan kami tanpa rasa sakit untuk memutuskan ikatan energi dengan agresor,” tulis Presiden Lithuania Gitanas Nauseda lewat akun Twitter resminya pada Sabtu (2/4/2022).
Dia pun seolah mendorong negara-negara Eropa untuk mengikuti jejak mereka. “Jika kami bisa melakukannya, seluruh Eropa juga bisa melakukannya,” tulis Nauseda.
Pada Jumat (1/4/2022) lalu, perusahaan energi Rusia Gazprom secara resmi mengumumkan, terhitung sejak hari itu, setiap pembelian dan pengiriman gas dari mereka harus dibayar menggunakan mata uang rubel. Mengingat ketergantungan pasokan dan kontrak yang telah dijalin, Eropa mengkritik keputusan tersebut.
Negara anggota G7 pun menolak permintaan Rusia tentang pembelian gas dan minyak asal negara tersebut dengan menggunakan rubel. “Ini tidak dapat diterima dan kami meminta perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Presiden Rusia (Vladimir) Putin. Semua menteri telah sepenuhnya setuju bahwa ini adalah langkah sepihak dan jelas melanggar kontrak yang ada,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Robert Habeck kepada awak media di Berlin pada 28 Maret lalu.
Penolakan tersebut disampaikan Habeck setelah Jerman menjadi tuan rumah pertemuan konferensi G7 yang digelar virtual. Jerman diketahui mengimpor 55 persen pasokan gas alamnya dari Rusia sebelum negara tersebut menyerang Ukraina.