REPUBLIKA.CO.ID., JENEWA -- Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan salah satu timnya berusaha mencapai kota Mariupol di Ukraina pada Ahad (3/4/2022), di mana ribuan orang terjebak dan menghadapi pemboman Rusia setiap hari.
PBB juga mengatakan bahwa sejak serangan Rusia pada 24 Februari, 1.417 warga sipil telah tewas dan 2.038 terluka di Ukraina, tetapi jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.
Juru bicara Komite Internasional Palang Merah Sam Smith mengatakan kepada Anadolu Agency: "Sebuah tim ICRC meninggalkan Zaporizhzhia (barat laut Mariupol) pada hari Sabtu."
Tim masih dalam perjalanan ke perbatasan selatan pelabuhan Ukraina pada Ahad, di mana orang-orang kekurangan makanan, air, dan kebutuhan.
"Situasinya sangat tegang," kata Smith menjelaskan bahwa tim yang berusaha mencapai Mariupol terdiri dari tiga kendaraan dan sembilan personel.
Pada 2 April, jumlah orang yang melarikan diri dari Ukraina sejak perang Rusia-Ukraina dimulai mencapai 4,2 juta, terutama wanita dan anak-anak dan hampir sepersepuluh dari populasi, kata Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Lebih dari 2,4 juta dari mereka mengungsi ke Polandia.
Sebuah tim Palang Merah dalam perjalanan ke Mariupol untuk memfasilitasi perjalanan yang aman bagi sekitar 100.000 warga sipil harus mundur pada Jumat setelah kondisi tidak memungkinkan untuk melanjutkan misi, kata kelompok kemanusiaan itu.
Walikota Mariupol Vadym Boychenko mengatakan pada Senin bahwa hingga 160.000 warga sipil terdampar di kota.
ICRC sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya sedang berkomunikasi dengan Ukraina dan Rusia mengenai rincian akhir tentang bagaimana puluhan ribu warga sipil yang terdampar di Mariupol akan dievakuasi.
Mencapai Mariupol
Relawan kemanusiaan tidak dapat mencapai Mariupol sejak pasukan Rusia mulai membom kota itu pada 24 Februari.
Sejauh ini, 54 bus dilaporkan berada dalam konvoi, yang dapat membawa puluhan ribu warga sipil menjauhi kota yang terkepung tersebut.
Juru bicara ICRC Ewan Watson mengatakan kepada wartawan pada Jumat bahwa adalah kewajiban kemanusiaan untuk membiarkan orang pergi dan pasokan bantuan masuk.
"Orang-orang Mariupol telah melewati minggu-minggu pertempuran sengit dengan persediaan air, makanan, dan medis yang sedikit."
Menurut beberapa laporan, pasukan Rusia memaksa warga sipil Ukraina untuk pindah ke daerah-daerah di bawah kendali mereka.
Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan bahwa sebagian besar korban sipil disebabkan oleh senjata peledak dengan area dampak yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem peluncuran roket ganda serta rudal dan serangan udara.
"OHCHR percaya bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi, karena penerimaan informasi dari beberapa lokasi di mana permusuhan intens telah terjadi telah tertunda, dan banyak laporan masih menunggu konfirmasi."
PBB menyatakan bahwa 59 anak telah tewas, sementara Kantor Kejaksaan Agung Ukraina mengatakan 158 anak telah tewas dan sedikitnya 258 terluka.