Senin 04 Apr 2022 17:14 WIB

Ikadi: Penggunaan Pengeras Suara Masjid Kembali ke Kearifan Lokal dan Kesepakatan

Penggunaan pengeras suara masjid tidak bisa disamaratakan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Pengurus masjid memperbaiki dudukan toa atau pengeras suara di menara Masjid Al-Abrar Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/3/2022). Menyambut masuknya bulan suci Ramadhan 1433 H, sejumlah pengurus masjid di wilayah itu membenahi peralatan dan perlengkapan masjid agar mendukung pelaksanaan ibadah selama Ramadhan.  Ikadi: Penggunaan Pengeras Suara Masjid Kembali ke Kearifan Lokal dan Kesepakatan
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Pengurus masjid memperbaiki dudukan toa atau pengeras suara di menara Masjid Al-Abrar Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/3/2022). Menyambut masuknya bulan suci Ramadhan 1433 H, sejumlah pengurus masjid di wilayah itu membenahi peralatan dan perlengkapan masjid agar mendukung pelaksanaan ibadah selama Ramadhan. Ikadi: Penggunaan Pengeras Suara Masjid Kembali ke Kearifan Lokal dan Kesepakatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Kusyairi Suhail menyampaikan tanggapan soal surat edaran Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang salah satu isinya ialah mengimbau masjid menggunakan pengeras suara dalam saat ceramah. Dia pun mengapresiasi dan menghormati adanya anjuran DMI tersebut.

"Anjuran itu kita apresiasi dan kita tanggapi dengan positif, tetapi kita perlu melihat bahwa ini tidak bisa digeneralisir di seluruh wilayah. Saya kira itu kembali ke kearifan lokal dan kesepakatan bersama. Jadi tidak bisa disamaratakan," ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (4/4/2022).

Baca Juga

Menurut Kusyairi, ada masjid di tengah komunitas yang masyarakatnya lebih senang ketika seluruh aktivitas masjid diperdengarkan. Misalnya warga di pedesaan yang menyambut Ramadhan dengan suka cita, semarak, dan begitu tampak gairah bersholawat serta suara bacaan Alquran yang diperdengarkan melalui pengeras suara masjid.

"Untuk lingkungan-lingkungan tertentu, seperti di kampung-kampung, desa-desa, kita tahu mayoritas ya tidak ada masalah. Mereka senang, semarak, gairah Ramadhan justru terlihat. Mereka menikmati, tetapi tentu dengan waktu-waktu terbatas," tuturnya.

Namun, Kusyairi memahami, keadaan tersebut berbeda dengan daerah perkotaan yang masyarakatnya heterogen sehingga mungkin sebagian warganya adalah non-Muslim. Dalam kondisi ini, diperlukan sikap yang bijak supaya tidak mengganggu umat agama lain. Misalnya menggunakan pengeras suara hanya untuk mengumandangkan adzan dan hal penting lainnya.

"Jadi persoalan ini memang tidak bisa disamaratakan. Sesuaikan dengan kearifan lokal dan kesepakatan bersama. Karena sebagian masyarakat ada yang merasa nikmat dengan alunan-alunan suara yang berasal dari speaker masjid untuk hal-hal yang baik," ucapnya.

DMI telah menerbitkan surat edaran pelaksanaan kegiatan ibadah Ramadhan 1443 H. Di antara yang diatur ialah pengeras suara luar dan dalam. Disebut dalam surat edaran, pengeras suara luar masjid hanya boleh digunakan untuk adzan, iqamah, dan tartil Alquran selama 5-10 menit. Surat edaran itu juga menyebutkan, semua bentuk ceramah dan kultum hendaknya menggunakan pengeras suara ke dalam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement