REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai tepat untuk menutup kantin saat pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen. Namun, siswa jajan di luar sekolah justru lebih berbahaya.
Dicky menyebutkan, jajan di luar sekolah bagi siswa akan lebih berisiko tertular COVID-19 karena lebih sulit diterapkan protokol kesehatan (prokes). "Kalau di kantin semuanya sudah divaksin itu jauh lebih aman, kantin yang letaknya di dalam sekolah kan bisa menerapkan protokol kesehatan, justru yang di luar sekolah itu lebih sulit," kata Dicky saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/4/2022).
Karena itu, menurut Dicky, tidak ada jaminan bahwa dengan kantin yang tidak buka menjadi lebih sedikit interaksi karena jajanan di luar sekolah itu lebih banyak. "Jadi lebih banyak godaan dan tempatnya di luar," katanya.
Artinya, yang harus dibiasakan adalah tetap memakai masker dan ini menjadi hal yang sangat penting. Misalnya, ketika beli takjil, penjual berisiko lebih besar menularkan ketika tidak menerapkan protokol kesehatan. Apalagi jika belum divaksin.
"Karenanya minimal dosis dua vaksin sudah harus didapatkan," katanya.
Meski demikian, Dicky mengakui dalam masa Ramadhan dan Idul Fitri ini peningkatan kasus COVID-19 akan sulit untuk dihindari karena berbagai faktor yang ada.
"Tapi mudah-mudahan tidak sebesar Lebaran sebelumnya karena orang yang divaksin jauh lebih banyak, ini pun dengan catatan tidak adanya varian baru yang bisa memperburuk," katanya.
"Saat ini yang dikhawatirkan hanya satu varian COVID-19, yakni BA2. BA2 ini cukup rawan terutama untuk lansia, komorbid dan immunocompromise yang menurun atau belum mendapatkan 'booster' atau bahkan belum vaksinasi dosis kedua," tambahnya.