Selasa 05 Apr 2022 16:50 WIB

RUU TPKS Diharapkan Bisa Disahkan April Ini

Pengesahan RUU TPKS di Hari Kartini disebut sebagai hadiah manis untuk perempuan.

Ilustrasi desakan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Foto: istimewa/doc pribadi
Ilustrasi desakan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Aktivis perempuan, Nury Sybli, berharap  Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), bisa disahkan pada April ini atau sebelum masa reses.

"Saya mengikuti diskursus mengenai pembahasan RUU TPKS sudah lama, dengan sekarang posisi Mbak Puan (Puan Maharani, Red) sebagai Ketua DPR, sudah seharusnya segera disahkan karena beliau memang sudah konsen juga terkait hal ini sejak masih menjadi Menko PMK,” kata Nury, dalam siaran pers, Selasa (5/4/2022).

Saat ini, RUU TPKS memang sudah hampir selesai dibahas di DPR. Diharapkannya, pengesahan RUU TPKS ini  menjadi kado manis di Hari Kartini.

RUU TPKS ini mulai dibahas di DPR pada Mei 2016. Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Memang saat itu masih bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

 “Sekarang inilah nomentum bagi Mbak Puan untuk segera mengetok palu sidang di Paripurna untuk pengesahan RUU TPKS, sekaligus menjadi kado spesial menjelang peringatan Hari Kartini tanggal 21 April nanti,” kata Nury.

RUU TPKS ini, diyakini Nury, bisa memberi jawaban bagi permasalahan kekerasan seksual yang selama ini kerap dialami para perempuan. RUU ini mempermudah korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Jika disahkan nantinya, maka kepolisian tak bisa lagi menolak laporan korban kekerasan seksual.

Langkah Puan yang turut serta mengajak para aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), diapresiasi Nury. Mereka bisa terlibat memberi masukan untuk isi RUU TPKS.

Pada 12 Januari 2022, Puan memang sempat menerima aspirasi dari sejumlah aktivis perempuan mengenai RUU TPKS. Ada belasan aktivis perempuan yang datang ke DPR dari berbagai latar belakang mulai dari akademisi, influencer, pejuang HAM, pekerja seni, hingga mahasiswa.

“Masukan yang sudah disampaikan memberikan saya kekuatan tambahan untuk melaksanakan ini sebaik-baiknya. Saya meminta masukan dari luar supaya warnanya itu beragam, bisa merangkul dan mencakup semua kepentingan yang harus kita lindungi,” ungkap Puan dalam pertemuan itu.

Puan juga merasa bangga karena banyak perempuan di Indonesia yang peduli dengan nasib sesamanya. Perjuangan kaum perempuan, kata Puan, terasa berbeda karena memiliki ikatan tersendiri.

Menurutnya, RUU TPKS harus hadir sebagai satu payung hukum untuk menjaga serta membuat aman masyarakat, khususnya kaum perempuan. Meski begitu, ia juga menilai pentingnya memperhatikan korban-korban kekerasan seksual dari kelompok masyarakat lainnya seperti kaum lelaki dan disabilitas.

 “Karena ada juga laki-laki korban kekerasan seksual. Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman bukan hanya buat perempuan dan anak tapi seluruh warga Indonesia,” kata Puan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement