REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka wali kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) memerintahkan pengumpulan uang dari para aparatur sipil negara (ASN) di berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk investasi pribadinya. Mereka semua diminta setor dan uangnya dijadikan sarana investasi oleh RE.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, untuk mengonfirmasi dugaan tersebut, tim penyidik memeriksa 10 saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (4/4). "Sepuluh saksi diperiksa dan dikonfirmasi tentang dugaan adanya perintah dari tersangka RE untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para ASN bagi investasi pribadinya dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Ali di Jakarta, Selasa (5/4).
Sebanyak 10 saksi tersebut adalah Kepala Dinas Bina Marga Kota Bekasi Arif Maulana, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Innayatullah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Dadang Ginanjar, dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi Karto.
Berikutnya, Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan Daerah Kota Bekasi Aan Suhanda, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Bekasi Abi Hurairoh, Sekretaris DPRD Kota Bekasi Hanan, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi Kusnanto, serta Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Kota Bekasi Rina Oktavia.
KPK pun memanggil satu saksi lainnya, yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Yayan Yuliana. Namun, Yayan tidak bisa hadir dan akan dilakukan penjadwalan pemanggilan uang. Pada Senin, KPK menetapkan RE sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersebut merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi. Sebelumnya, RE juga sudah jadi tersangka terkait kasus suap jabatan.