REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, mengatakan, hal terpenting yang harus dipastikan dari putusan terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak, Herry Wirawan, adalah pemenuhan restitusi kepada para korban. Sebab, para korban harus melanjutkan hidupnya, termasuk para bayi yang dilahirkan.
"Kalau pelaku di hukum mati, lalu korban dapat apa? Adilkah untuk korban? Yang penting restitusi di pastikan pemenuhannya," kata Retno kepada Republika, Selasa (5/4/2022).
Menurut dia, para korban harus melanjutkan hidupnya. Para korban memiliki masa depan yang masih panjang, termasuk para bayi yang dilahirkan. Semestinya, kata Retno, restitusi juga dihitung hingga ke para bayi yang dilahirkan tersebut karena sama-sama menjadi korban.
"Seharusnya dihitung restitusinya juga, karena bayi-bayi itu juga Korban. Jadi restitusi Rp 330 juta terlalu kecil," ungkap Retno.
Meski begitu, dia mengaku mendukung pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat terkait pembebanan pembayaran restitusi pada putusan terhadap Herry Wirawan.
Di mana majelis hakim menyatakan pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak.
“Saya sangat mendukung keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang menyatakan bahwa pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak,” ujar Retno.
Sebab, kata Retno, apabila pembebanan pembayaran restitusi diberikan kepada negara, para pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian berupa restitusi kepada korban. Menurut dia, hal itu juga berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku.
"Hal ini sangat berbahaya bagi perlindungan anak dari kejahatan seksual," terang Retno.
Sebelumnya, hakim PT Bandung mengabulkan banding yang dimohonkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan memvonis Herry Wirawan hukuman mati. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Bandung memvonis pelaku pencabulan terhadap 13 orang santriwati dengan hukuman seumur hidup.
“Menerima permintaan banding dari jaksa atau penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap Hakim PT Bandung yang diketuai Ketua Pengadilan Tinggi Bandung Herri Swantoro seperti dikutip pada laman Pengadilan Tinggi Bandung, Senin (4/4/2022).
Dalam putusan tersebut Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis pasal 27 KUHAP jis pasal 153 ayat (3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis pasal 241 KUHAP jis pasal 242 KUHAP. PP nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.