Selasa 05 Apr 2022 13:20 WIB

Rusia Didesak untuk Berhenti Menggunakan Ranjau Darat di Ukraina

Penggunaan ranjau darat dapat membunuh dan melukai warga sipil.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Mayat seorang pria tergeletak di pinggir jalan di Bucha, di pinggiran Kyiv, Ukraina, Senin, 4 April 2022. Duta Besar Kolombia untuk PBB, Alicia Arango Olmos, pada Senin (4/4/2022) mendesak Rusia untuk menghentikan penggunaan ranjau darat dalam invasi di Ukraina.
Foto: AP/Rodrigo Abd
Mayat seorang pria tergeletak di pinggir jalan di Bucha, di pinggiran Kyiv, Ukraina, Senin, 4 April 2022. Duta Besar Kolombia untuk PBB, Alicia Arango Olmos, pada Senin (4/4/2022) mendesak Rusia untuk menghentikan penggunaan ranjau darat dalam invasi di Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Duta Besar Kolombia untuk PBB, Alicia Arango Olmos, pada Senin (4/4/2022) mendesak Rusia untuk menghentikan penggunaan ranjau darat dalam invasi di Ukraina. Menurut Arango Olmos penggunaan ranjau darat dapat membunuh dan melukai warga sipil.

Arango Olmos mengungkapkan keprihatinan mendalam atas laporan media bahwa, Rusia menggunakan ranjau darat dalam perangnya di Ukraina. Dia mengutip laporan Human Rights Watch pada 29 Maret yang mengatakan, teknisi penjinak bom Ukraina menemukan ranjau anti-personil terlarang di wilayah Kharkiv. Kelompok hak asasi itu mengatakan, Rusia diketahui memiliki jenis ranjau anti-personil. Sementara Ukraina tidak memiliki jenis ranjau tersebut.

Baca Juga

Arango Olmos mengatakan, Ukraina adalah salah satu dari 164 negara yang menyepakati konvensi 1997. Konvesi ini melarang produksi dan penggunaan ranjau darat. Sementara Rusia tidak tergabung dalam konvesi itu.

“Ranjau anti-personil dapat menyebabkan korban, mereka tidak menyelesaikan masalah apa pun. Jadi tolong, Rusia, tolong berhenti menggunakannya, karena banyak orang yang menjadi korban ranjau darat tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi antara Ukraina dan Rusia," kata Arango Olmos.

Pangeran Mired bin Ra'ad dari Yordania mengatakan, sekitar 80 persen negara di dunia adalah pihak dalam konvensi 1997.  Dia mengatakan, 33 negara belum bergabung dalam konvesi tersebut. Mereka yang belum bergabung di antaranya mungkin secara kolektif menyimpan puluhan juta ranjau anti-personil di gudang militer, dan telah mengubur jutaan lainnya di dalam tanah.

Pangeran Mired mengatakan, beberapa negara memiliki kekuatan untuk secara signifikan mengubah arus dan menghilangkan senjata ranjau darat ini seperti China, India, Pakistan, Rusia dan Amerika Serikat.

“Diperlukan upaya yang terkoordinasi dan terpadu di tingkat tertinggi untuk mencapai aksesi lebih lanjut. Ini tidak akan mudah, tapi itu mungkin terjadi," kata Pangeran Mired.

Sebelumnya Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan kepada rakyatnya untuk berhati-hati dengan ranjau Rusia. Zelenskyy mengatakan, pasukan Rusia meninggalkan ranjau di seluruh wilayah, termasuk di sekitar rumah ketika menarik diri. 

“Mereka meletakkan ranjau di seluruh wilayah. Mereka menaruh ranjau di rumah, peralatan pertambangan, bahkan jasad orang-orang yang terbunuh. Ada banyak kabel trip, dan banyak bahaya lainnya," ujar Zelenskyy. 

Zelenskyy mendesak warga untuk menunggu sampai ranjau dibersihkan dan bahaya penembakan telah berlalu. Pasukan Rusia telah menarik diri dari sejumlah wilayah di Ukraina. Pasukan Ukraina memanfaatkan mundurnya pasukan Rusia dengan melakukan serangan balik, serta merebut kembali sejumlah kota dan desa.

Ukraina dan sekutunya memperingatkan bahwa, mundurnya pasukan Rusia bukan tidak mengurangi eskalasi. Namun mereka sedang menyusun strategi dan memindahkan pasukannya ke timur Ukraina. Gerakan-gerakan Rusia itu tampaknya merupakan persiapan untuk serangan intensif di wilayah Donbas. Zelenskyy memperingatkan pertempuran ke depannya akan sulit.

“Kami sedang mempersiapkan pertahanan yang lebih aktif lagi,” ujar Zelenskyy.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement