Selasa 05 Apr 2022 14:30 WIB

PPATK Duga Otak Intelektual Investasi Ilegal Ada di Luar Negeri

Kepala PPATK menduga otak intelektual investasi ilegal berada di luar negeri.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) Kepala PPATK menduga otak intelektual investasi ilegal berada di luar negeri.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) Kepala PPATK menduga otak intelektual investasi ilegal berada di luar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menanggapi ihwal dugaan investasi ilegal dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR. Ia menduga, mastermind atau otak di balik investasi ilegal berada di luar negeri.

"Kami juga menduga ada beberapa mastermind yang di negara lain. Ada beberapa mastermind yang di domestik, tapi sekali lagi kami mencoba untuk menelusuri transaksi sampai ke ultimate beneficiary owner-nya," ujar Ivan di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Baca Juga

Lanjutnya, ia menjelaskan perihal total laporan transaksi terkait dugaan investasi ilegal yang masuk ke PPATK. Total transaksi yang dilaporkan mencapai lebih dari Rp 35 triliun.

"Kemarin dalam satu hari saja laporan meningkat sekitar Rp 20 triliunan. Dari sebelumnya cuma Rp 7 triliun, tiba-tiba menjadi Rp 35 triliun temuan dari PPATK dan kita masih menunggu," ujar Ivan.

"Tidak mengharapkan, tapi masih meminta kepada penyedia jasa keuangan untuk terus melaporkan kepada PPATK dan upaya preventif agar segera bisa dilakukan," sambungnya.

PPATK, jelas Ivan, memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja. Selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi dan melaporkannya kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar yang terkait dengan dugaan investasi ilegal.

"Per tanggal 24 Maret 2022, PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal sebesar Rp502 miliar dengan jumlah 275 transaksi," ujar Ivan.

PPATK juga sudah membekukan 345 rekening, baik dari pemilik rekening perorangan dan penyedia jasa keuangan. "Nilainya itu sudah mencapai 35,7 triliun yang dilaporkan ke PPATK, tapi kan aliran dana ya dan yang dibekukan itu 345 rekening," ujar Ivan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement