REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Saat ini di Indonesia sedang menggalakkan suntik vaksin untuk melindungi diri dari Covid-19. Sebenarnya bagaimana hukum suntik yang dilakukan ketika puasa.
Menukil buku Batalkah Puasa Saya karya Muhammad Saiyid Mahadhir menyebutkan suntik yang kita kenal belakangan ini setidaknya sering digunakan dalam tiga hal, mengobati, menguatkan, dan mengenyangkan.
Pertama, suntik pengobatan, suntik untuk pengobatan biasanya dipakai untuk menurunkan suhu panas yang terlalu tinggi, atau menurunkan detak jantung yang terlalu tinggi, dan seterusnya. Untuk suntik pengobatan ini para ulama fiqih sekarang sepakat bahwa ia tidak membatalkan puasa.
Kedua, suntik penguatan, suntik yang sifatnya menguatkan misalnya suntik yang mengandung vitamin-vitamin dengan macam jenisnya, yang sifatnya bisa menguatkan atau menambah kekebalan tubuh dari berbagai penyakit.
Untuk suntik yang bersifat menguatkan ini juga para ulama tidak menganggapnya sebagai pembatal puasa. Karena pada dasarnya kedua jenis suntikan ini tidak dimasukkan lewat bagian badan yang terbuka (mulut misalnya).
Dan suntik jenis ini juga tidak ada unsur mengenyangkan, jadi lapar dan hausnya berpuasa masih terasa oleh mereka yang disuntik ini.
Ketiga, suntik yang mengenyangkan. Inilah yang menjadi perbedaan pendapat diantara ulama itu yaitu suntik yang sifatnya mengenyangkan (taghdziyah).
Biasanya suntik seperti ini berbentuk infus, yang bermaksud memberikan ganti makanan bagi mereka yang sakit, karena tidak ada nafsu makan sehingga fisiknya lemah.
Ada dua hukum terkait suntik jenis ini saat berpuasa, pertama, puasa batal. Sebagian ulama berpandangan bahwa yang seperti ini membatalkan puasa. Karena suntik seperti ini memberikan makan untuk tubuh, dan tubuh merasakan manfaatnya.
Sehingga aktivitas puasa menahan lapar dan haus itu sudah tidak ada, karena tubuh merasakan manfaat dari suntikan infus ini. Mereka mengqiyas bahwa makan lewat mulut membatalkan puasa dengan nash dan ijmak, maka makan dengan suntikan juga batal. Karena tidak ada beda antara keduanya. Suntik jenis ketiga ini juga maksudnya adalah memberikan tubuh makan.
Kedua, tidak membatalkan puasa, namun sebagian ulama lainnya berpandangan suntik jenis ketiga ini juga membatalkan puasa. Karena dalam fikih bahwa makanan masuk juga menjadi penentu apakah membatalkan puasa atau tidak.
Jalur yang dimaksud adalah jalur tubuh yang berbuka (mulut, dan hidung misalnya). Dan suntik tidak melalui jalur itu. Karena itulah, bagi pendapat ini suntik jenis ketiga yang maksudnya adalah memberi makan tubuh juga tidak membatalkan. Dari sisi lainnya juga ternyata infus ini tidak menghilangkan lapar dan haus.
Karena ia tidak masuk ke lambung, dan karena ia juga tidak melewati tenggorokan, sehingga tidak juga membuat pasien merasa hilang rasa hausnya. Memang benar ada efek sedikit segar yang dirasa oleh tubuh, namun efek segarnya ini tidak serta merta membuat puasa kita batal.
Karena efek segar bisa didapat dari yang lainnya juga, mandi misalnya. Ketika badan lemah disiang hari karena cuaca sangat panas, lalu kemudian kita mandi dengan air dingin, sudah bisa dipastikan bahwa tubuh akan lebih segar ketimbang sebelumnya. Dan efek segar yang didapat dari mandi ini tidak membatalkan puasa.
Pun begitu dengan efek segar yang didapat setelah tidur siang. Setelah tubuh ini kecapean dari akvitas siang, lalu dengan sengaja tubuh ini kita ajak istirahat, maka biasanya efek segar itu akan didapat setelah kita bangun dari tidur, dan itu juga tidak membatalkan puasa.