Selasa 05 Apr 2022 19:18 WIB

Enam Hal yang Harus Dikawal Setelah UU TPKS Disahkan

RUU TPKS ditargetkan diketok palu sebelum rapat paripurna 14 April.

Red: Indira Rezkisari
Sejumlah massa aksi melaksanakan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi melaksanakan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Nawir Arsyad Akbar

Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual merekomendasikan enam hal yang perlu dikawal setelah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disahkan dalam sidang paripurna DPR RI. "Ada enam hal ke depan yang perlu kita kawal setelah disahkan-nya RUU TPKS," ujar anggota jaringan Anis Hidayah, Selasa (5/4/2022).

Baca Juga

Pertama, Anis menyampaikan bahwa UU TPKS harus menjadi informasi dan pengetahuan publik melalui penyelenggaraan sosialisasi dari Pemerintah kepada masyarakat."Undang-Undang ini harus menjadi informasi dan pengetahuan publik melalui sosialisasi. Jadi, kelompok-kelompok yang rentan menjadi korban, seperti mereka yang berada di sekolah dan kampus penting untuk didatangi dan menerima sosialisasi terkait dengan UU TPKS," ujarnya.

Anis meyakini Pemerintah sebenarnya telah memiliki program untuk menyosialisasikan suatu undang-undang. Namun pada praktiknya, menurut dia, sosialisasi tersebut cenderung hanya menjadi formalitas.

Oleh karena itu, ia mengatakan jaringan aktivis seperti pihaknya perlu ikut berperan menyosialisasikan UU TPKS. "Kita juga harus mengisi itu dengan substansi yang memadai," imbau Anis.

Kedua, lanjutnya, pembuatan dan pengesahan aturan turunan yang dimandatkan UU TPKS juga perlu dikawal. Sejauh ini, menurut Anis, ada lima aturan turunan yang dimandatkan oleh UU TPKS. Di antaranya, empat peraturan pemerintah (PP) yang terdiri atas pembahasan seputar restitusi korban kekerasan seksual, unit pelayanan terpadu satu atap untuk korban, pencegahan tindak pidana kekerasan seksual, dan pendidikan serta pelatihan petugas di unit pelayanan terpadu.

"Lalu, ada pula aturan turunan terkait dengan pemantauan implementasi UU TPKS dalam bentuk peraturan presiden," kata Anis.

Ketiga, hal yang juga perlu dikawal setelah disahkannya UU TPKS adalah penguatan kapasitas, baik pendamping korban, aparat penegak hukum, maupun petugas unit pelayanan terpadu. "Apalagi Pasal 16 RUU TPKS mensyaratkan pendamping dan aparat penegak hukum harus punya perspektif korban, hak asasi manusia (HAM), serta disabilitas dalam penanganan kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Hal keempat adalah jaringan aktivis berkepentingan menyusun instrumen pemantauan implementasi UU TPKS. Kelima, pengawalan terhadap pemantauan implementasi UU TPKS dan yang terakhir adalah membuat rapor implementasi UU TPKS pasca-tiga tahun diundangkan.

Aktivis perempuan Sri Nurherwati menilai draf RUU TPKS sudah memuat enam elemen kunci yang diharapkan mampu memperbaiki sistem hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang memihak kepada korban. "Saya kira bisa dipastikan bahwa RUU TPKS ini sudah mengandung enam elemen kunci yang diharapkan menjadikannya sebagai RUU tindak pidana khusus internal, sekaligus lex spesialis dari lex spesialis yang ada. Dengan demikian, memang ini yang kami harapkan nantinya bisa memberikan perubahan dalam hukum penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia," kata Sri Nurherwati, dalam konferensi pers virtual "Catatan Kritis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual atas Sidang Pembahasan RUU TPKS", Selasa.

Mantan anggota Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tersebut menyebutkan keenam elemen kunci tersebut ialah pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual. Berikutnya, ada elemen peletakan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, peran masyarakat dan tokoh daerah yang mampu mengedukasi segenap warga negara Indonesia terkait kekerasan seksual, serta pemantauan terhadap implementasi RUU TPKS.

Dia mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS tersebut. "Kami harus memberikan apresiasi yang sangat kepada seluruh pihak yang terlibat, karena bagaimana pun terlihat semangat dan komitmen dalam upaya percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS ini, untuk mengupayakan substansinya berpihak pada korban. Selain itu, pembahasannya juga terbuka," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement