REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa puasa adalah untuk membangun empati dan kesetaraan. Hal ini Mahfud sampaikan saat mengisi ceramah sebelum salat tarawih di Masjid Istiqlal Jakarta, Selasa (5/4).
Semua manusia, jelas Mahfud, mempunyai harga diri, harkat dan martabat yang sama. Oleh sebab itu, lanjutnya, siapapun tidak dibenarkan jika memandang orang lain lebih rendah dari dirinya. Menurut dia, menganggap orang lain lebih rendah adalah tindakan jahiliya.
"Berpuasa itu membangun empati dan kesetaraan, empati itu apa? Ikut merasakan kesedihan orang. Kalau orang lapar itu rasanya seperti ini, kalau orang kedudukannya lebih rendah rasanya seperti ini," kata Mahfud.
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengutip kisah seorang sahabat Nabi bernama Abu Dzar al-Ghifari. Sosok yang pernah ditegur oleh Nabi Muhammad karena memaki budak atau pembantunya secara berlebihan.
"Abu Dzar al-Ghifari suatu hari tampak di depan para sahabat yang lain memakai baju yang sama kualitasnya, memakai sandal atau sepatu yang sama kualitasnya dengan para pembantunya. Lalu para sahabat bertanya, kenapa Abu Dzar memakai baju yang sama dengan para pembantunya? Abu Dzar bercerita; saya pernah ditegur oleh nabi karena saya memarahi budak dengan kata-kata; kamu ini bodoh, pemalas sama dengan ibumu, dasar budak!" ucap Mahfud menirukan kata-kata Abu Dzar.
"Kalau kamu punya pembantu, punya karyawan, perlakukan dia dengan baik, berilah pakaian seperti yang kamu pakai, berilah makanan seperti yang kamu makan, bantulah dia kalau bekerja, karena sebenarnya dia itu membantumu, pekerjaan pokoknya itu ada padamu," lanjut dia menirukan kata-kata Nabi pada Abu Dzar.
Mahfud pun mengajak para jamaah untuk memperkuat semangat dalam menghargai orang lain, sebagai bagian dari semangat kemerdekaan yang ingin membangun kesetaraan dan keadilan, bukan kesewenang-wenangan.
"Di dalam Bulan Puasa ini, mari kita bangun ketakwaan kita itu dengan membangun empati dan kita jaga Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sebagai negara yang merdeka karena ingin membangun kesetaraan dan keadilan, bukan membangun kesewenang-wenangan. Ini cara kita mengisi kemerdekaan," tutur dia.