REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Provinsi Papua Yan Permenas Mandenas menolak usulan penamaan provinsi atau daerah otonomi baru (DOB) berdasarkan wilayah adat. Pasalnya, hal tersebut justru akan menimbulkan permasalahan terkait adat di pemerintahan daerah.
Identitas suku di Papua, jelas Yan, adalah sesuatu yang sangat dominan di Bumi Cendrawasih. Bahkan ada perumpamaan di sana, bahwa adat sudah ada sebelum agama lahir.
"Jadi kadang-kadang kekentalan adat ini bisa mengesampingkan berbagai macam hal yang bisa kita lakukan dan sampaikan. Sehingga inilah yang harus kita pertimbangkan untuk jangka panjangnya," ujar Yan dalam rapat Panja Baleg RUU Provinsi Papua, Rabu (6/5/2022).
Apalagi, penamaan provinsi berdasarkan wilayah adat akan menimbulkan masalah sosial, karena wilayah tersebut tak hanya didiami satu suku. Ia tak ingin, permasalahan kesukuan ini kembali terjadi ketika provinsi tersebut resmi dibentuk.
"Inilah yang sebenarnya menjadi pertimbangan dan jangan sampai jangka panjangnya dinamika kekentalan suku ini mempengaruhi struktur birokrasi, jabatan, dan hal-hal lain yang teknis di dalam pelayanan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Itu akan menimbulkan konflik baru lagi," ujar Yan.
"Jadi kadang-kadang kekentalan adat ini bisa mengesampingkan berbagai macam hal," sambungnya.
Selain Yan, anggota Panja Komarudin Watubun juga tak sepakat dengan penamaan provinsi baru berdasarkan wilayah adat. Penamaan berdasarkan wilayah adat justru mengesampingkan tujuan Papua adalah satu.