REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengaku keterlibatan negaranya dalam pengembangan rudal hipersonik melalui kemitraan dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris bagian dari upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik.
Pada Selasa (5/4/2022) kemarin Inggris, AS dan Australia menyepakati kerja sama dalam pengembangan senjata hipersonik dan perang elektronik di bawah aliansi AUKUS. Pakta pertahanan yang dibentuk tiga negara tersebut bulan September lalu.
Morrison akan menjalani pemilihan bulan depan mengatakan rudal hipersonik seperti kemampuan siber. Yaitu teknologi tempur penting dan Australia ingin meningkatkan kemampuan tempurnya.
Para wartawan di Sydney bertanya apakah ia memprediksi China akan menyerang Taiwan dalam dekade ke depan dan apakah Australia akan terlibat dalam perang. Morrison menjawab ia membangun kapabilitas pertahanan untuk menghindari skenario-skenario tersebut.
"Kami melakukan hal-hal yang menjaga Australia tetap aman; kami melakukan ini untuk membawa keseimbangan dan kepastian strategis di kawasan kami," katanya, Rabu (6/4/2022).
Ia menambahkan salah satunya bekerja sama dalam aliansi AUKUS dan kelompok empat negara yang terdiri dari AS, Jepang, Australia dan India yang dikenal Quad.
"Alasan-alasan kami berinvestasi pada hal-hal ini untuk menciptakan lingkungan aman dan stabil di kawasan kami, tidak didorong oleh konflik," katanya.
Tahun lalu setelah AUKUS diumumkan, Australia membatalkan kontrak dengan Prancis untuk membangun kapal selam konvensional. Negeri Kanguru lebih memilih program kapal selam nuklir yang didukung AS dan Inggris. Keputusan yang juga dikecam Indonesia ini merusak hubungan diplomatik dengan Prancis.
Selain memiliki kapal selam berkekuatan nuklir, Australia juga berencana menambah jumlah pasukan. Serta membeli lebih banyak rudal dan tank-tank baru.