Rabu 06 Apr 2022 22:12 WIB

Hikmah Agung Puasa Ramadhan adalah Syukur kepada Allah SWT

Ramadhan merupakan momentum hamba perbanyak syukur

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Ramadhan. Ramadhan merupakan momentum hamba perbanyak syukur
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ramadhan. Ramadhan merupakan momentum hamba perbanyak syukur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umat Islam yang bisa melaksanakan ibadah puasa tahun ini sudah sepatutnya bersyukur kepada Allah SWT.

Ulama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan bahwa sangat banyak hikmah Ramadhan yang membuat makhluk menyukuri nikmat Allah SWT.

Baca Juga

“Terdapat banyak hikmah yang di dalamnya puasa Ramadhan membuat makhluk mensyukuri  berbagai nikmat Allah,” ujar Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul “Misteri Puasa, Hemat, dan Syukur” terbitan Risalah Nur Press.

Nursi menjelaskan, makanan yang dibawa oleh seorang pelayan dari dapur raja tentu sangat  bernilai. Tentu sangat bodoh jika ada yang tidak menghargai  makanan tersebut dan tidak mengenal pemberi yang  sebenarnya, malah si pelayan itu yang diberi hadiah dan balasan.

“Begitu pula dengan makanan dan nikmat tak terhingga yang Allah hamparkan di muka bumi. Sudah pasti Dia menuntut harganya dari kita, yaitu bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat tadi,” kata Nursi.

Sementara, lanjut dia, berbagai sebab lahiriah dan para pemiliknya hanya laksana para pelayan. Nah, kita memberikan harganya kepada para pelayan serta merasa  berutang budi kepada mereka. Bahkan, kita menunjukkan rasa hormat dan terima kasih lebih dari yang semestinya.

Padahal, menurut Nursi, Pemberi nikmat hakikilah yang layak mendapat puncak syukur, dan pujian daripada sebab-sebab. “Jadi, mengungkapkan syukur kepada Allah adalah dengan menyadari bahwa nikmat tersebut secara langsung bersumber dari-Nya, menghargai nilainya, serta merasa butuh kepadanya,” jelas Nursi.

Karena itu, menurut Nursi, puasa di bulan Ramadhan merupakan kunci syukur yang hakiki, tulus dan agung serta bersifat menyeluruh. Sebab, sebagian besar manusia tidak mengetahui nilai nikmat yang demikian banyak lantaran tidak merasakan pedihnya rasa lapar.

Misalnya orang yang  kenyang, terutama kalangan yang kaya, tidak dapat mengetahui nilai nikmat  yang terdapat pada sekerat roti kering. Namun, kata Nursi, orang mukmin di saat berbuka dapat merasakannya sebagai nikmat ilahi yang sangat berharga. Indra pengecapnya menjadi saksi atas hal itu.

“Oleh sebab itu, mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, mulai dari pemimpin sampai kepada kalangan yang paling miskin, memperoleh syukur maknawi dengan menyadari nilai nikmat tersebut,” kata Nursi.

Dia menambahkan, sikap manusia yang menahan diri untuk tidak menyentuh makanan di siang hari membuatnya dapat mengetahui kalau ia benar-benar merupakan nikmat. 

Pasalnya, dia berbisik kepada dirinya, “Nikmat ini bukan milikku. Aku tidak bebas mengonsumsinya. Jadi dia milik pihak lain. Nikmat tersebut adalah bentuk karunia dan kemurahan-Nya atas kita. Sekarang aku sedang  menantikan perintah-Nya.”

Dengan cara semacam ini, menurut Nursi, berarti manusia menunaikan syukur maknawi. Dengan  demikian, puasa berposisi sebagai kunci syukur-dilihat dari berbagai sisi-yang  merupakan tugas hakiki manusia.        

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement