Kamis 07 Apr 2022 11:41 WIB

Ukraina Ingin Sanksi-Sanksi pada Rusia Cukup Menghancurkan

Ukraina ingin sanksi ekonomi pada Rusia cukup menghancurkan hingga hentikan perang

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Sebuah gedung apartemen yang rusak berat menyusul serangan Rusia di pusat Borodyanka, Ukraina, Rabu, 6 April 2022. Pihak berwenang Ukraina menyelidiki akibat mengerikan dari dugaan kekejaman Rusia di sekitar Kyiv, saat kedua belah pihak bersiap untuk serangan habis-habisan. Pasukan Moskow untuk merebut timur industri Ukraina.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Sebuah gedung apartemen yang rusak berat menyusul serangan Rusia di pusat Borodyanka, Ukraina, Rabu, 6 April 2022. Pihak berwenang Ukraina menyelidiki akibat mengerikan dari dugaan kekejaman Rusia di sekitar Kyiv, saat kedua belah pihak bersiap untuk serangan habis-habisan. Pasukan Moskow untuk merebut timur industri Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Ukraina ingin sanksi-sanksi ekonomi pada Rusia cukup menghancurkan negara itu hingga bisa menghentikan perang. Sebelumnya Kiev menuduh sejumlah negara memprioritaskan uang dibanding menghukum pembunuh warga sipil.

Negara-negara Barat menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan negara-negara demokrasi harus menolak minyak Rusia dan memblokir bank-bank negara itu dari sistem keuangan internasional.

Baca Juga

Setelah foto-foto barisan mayat warga sipil di jalanan Kota Bucha memicu kecaman internasional. Zelenskyy mengatakan pasukan Rusia mencoba menutupi bukti kekejaman mereka.

"Kami mendapatkan informasi militer Rusia mengubah taktik dan mencoba menyingkirkan orang-orang yang telah mereka bunuh dari jalanan dan ruang bawah tanah, ini merupakan upaya untuk menyembunyikan bukti dan tidak lebih dari itu," kata Zelenskyy dalam rekaman video hariannya, Kamis (7/4/2022).

N

Namun Presiden Ukraina itu tidak memberikan bukti pernyataannya tersebut. Moskow membantah mengincar rakyat sipil dan mengatakan foto-foto mayat di Bucha adalah rekayasa untuk membenarkan sanksi-sanksi terhadap Rusia dan mengeluarkan perundingan damai dari jalurnya.

Invasi Rusia yang sudah berlangsung selama enam pekan memaksa lebih dari 4 juta warga Ukraina mengungsi ke luar negeri, ribuan lainnya terluka atau terbunuh, lebih dari seperempat populasi tuna wisma, mengubah kota-kota jadi reruntuhan dan memicu sanksi-sanksi negara-negara Barat pada elit dan perekonomian Rusia.

Pada Rabu (6/4/2022) kemarin Washington mengumumkan sanksi baru yang mencakup dua putri Presiden Rusia Vladimir Putin dan Sberbank. Langkah terbaru juga melarang warga Amerika berinvestasi di Rusia.

AS juga ingin Rusia dikeluarkan dari forum negara pendapatan tinggi, Group of 20 (G20) dan memboikot sejumlah pertemuan G20 di Indonesia bila pejabat Rusia hadir. Namun kepala kantor Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak mengatakan sekutu harus bertindak lebih banyak.

"Sanksi-sanksi pada Rusia harus cukup menghancurkan bagi kami untuk mengakhiri perang mengerikan ini," katanya.

"Tujuan saya adalah memberlakukan embargo pada pasokan teknologi, peralatan, mineral dan bijih besi (dan) unsur logam langka dwifungsi Rusia dan menghentikan produksi senjata Rusia," tambahnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement