REPUBLIKA.CO.ID,
RIYADH -- Bulan Ramadhan merupakan momen yang menyatukan semua orang tanpa memandang etnis. Muslim di seluruh Kerajaan Saudi berkumpul untuk berbuka puasa dengan beragam hidangan, sekaligus merayakan dan menonjolkan tradisi budaya masing-masing.
Beberapa ekspatriat yang telah tinggal di Kerajaan selama bertahun-tahun berupaya untuk tetap menjaga tradisi budaya asal mereka. Bahkan, mereka berusaha agar mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
“Saya pikir makanan adalah hal khusus yang membuat seseorang tetap terhubung dengan rumah atau akarnya. Ini nostalgia bagi kami ketika berbuka puasa jauh dari rumah,” ucap salah satu ekspatriat asal Chennai, India, Arshin Fathima, dikutip di Arab News, Kamis (7/4).
Fathima telah menyebut Arab Saudi sebagai rumahnya selama 12 tahun terakhir. India adalah negara dengan budaya yang beragam, sehingga setiap kota memiliki masakan khas masing-masing yang eksklusif untuk Ramadhan.
Secara tradisional, meja buka puasa akan dipenuhi oleh bubur atau sup yang disebut ganji. Panganan ini dibuat dengan nasi dan lentil, serta rempah-rempah yang sangat ringan. Di atas meja juga akan tersedia gorengan renyah dan lembut yang disebut medu vada, yang terbuat dari lentil.
Kedua makanan ini merupakan pendingin yang baik dan ringan di perut setelah seharian berpuasa. Meski ada jenis makanan lain, ia merasa tanpa ganji dan medu vada, puasa ala Chennai tidak akan lengkap.
Ketika ditanya apakah ada kesamaan antara makanannya dan meja buka puasa tradisional Saudi, Fathima dengan antusias menjawab ada. Salah satunya adalah keju dan daging sambousek, kunafa dan logaimat. Sambousek harus menjadi hal pertama yang diambil anak-anak ketika mereka berbuka.
Ekspatriat lainnya berasal dari Sri Lanka, Dr. Kifaya Ifthikar, telah tinggal di Arab Saudi selama lebih dari 22 tahun. Baginya, meja buka puasa harus terlihat seperti keseimbangan antara kesehatan dan kebahagiaan.
"Dalam masakan Sri Lanka, biasanya selalu gurih. Kami mengonsumsi berbagai macam gorengan irisan daging, roti gulung atau roti dan minuman merah muda pelepas dahaga yang disebut falooda,” ucap dia. Falooda adalah minuman tradisional yang terdiri dari sirup serbat mawar, susu, biji selasih dan terkadang mie vermikulit.
Ifthikar mengatakan, buka puasa di Sri Lanka harus selalu terdiri dari hidangan bubur pedas. Walaupun masakan asalnya sangat berbeda, namun ia melihat ada beberapa kesamaan dengan panganan Saudi.
Salah satunya adalah gorengan irisan daging (cutlets) yang dapat dengan mudah diganti dengan falafel, atau bubur yang diganti dengan sup oatmeal. Selain itu, buah kurma akan selalu menjadi makanan pokok bagi keluarganya, ditambah dengan seteguk qahwa.
Banyak ekspatriat Muslim yang tinggal dan bekerja di Kerajaan telah mengadopsi gaya tradisional Saudi saat berbuka puasa, dengan sup, hidangan goreng ringan dan manisan, serta Vimto dan kurma klasik.
"Sebagai seorang Amerika yang masuk Islam dan tinggal di Arab Saudi, saya benar-benar mulai jatuh cinta dengan makanan Saudi,” ucap Hana Nemec.
Nemec merupakan warga negara AS yang bekerja sebagai kepala komunikasi untuk Kamar Dagang Amerika. Bagi dia, makanan asal Amerika tidak terasa seperti makanan berbuka puasa. Makanan berbuka puasa sangat istimewa untuknya, karena itu adalah momen pertama rasa syukur atas penangguhan puasa yang dilakukan sebelumnya.
Selain memiliki meja buka puasa ala Saudi, Nemec juga mencoba memasak masakan lokal. Setelah menjadi makanan favorit selama enam tahun terakhir, ia mencoba resep jareesh dan berhasil, setelah beberapa temannya tidak percaya panganan itu dibuat oleh orang non-Saudi.
Sumber:
https://www.arabnews.com/node/2057551/saudi-arabia