REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus melakukan pemantauan atas tayangan selama Ramadhan, menyusul Surat Edaran (SE) yang disampaikan beberapa waktu lalu. Sejauh ini, tayangan di TV dinilai cukup baik dan mematuhi aturan.
"Secara umum, berdasarkan data pemantauan mulai 3 April 2022, saya melihat ada kepatuhan dari lembaga penyiaran berkaitan SE yang telah dikeluarkan KPI. Nyaris tidak ada pelanggaran yang signifikan," ujar Komisioner KPI Nuning Rodiyah saat dihubungi Republika, Rabu (23/3).
Salah satu poin dalam SE tersebut menyebutkan agar lembaga penyiaran berhati-hati dengan muatan yang berisi perbedaan paham atau pandangan tertentu. Dari program siaran dakwah, sampai berita ini dibuat belum ada penemuan dari pemantau KPI maupun pengaduan masyarakat.
Antisipasi tersebut dilakukan KPI mengingat tidak semua pemantau memahami konten dakwah Islam. Karena itu, masukan dari masyarakat sangat diharapkan jika sekiranya ada konten siaran yang mengandung muatan perbedaan atau khilafiyah.
Hal serupa juga tercatat dalam poin kehati-hatian dalam menampilkan candaan verbal dan non-verbal, adegan berlebihan, dan bermesraan dengan lawan jenis. Adapun pakaian yang digunakan dalam siaran hiburan (variety show) disebut masih sangat aman.
"Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap P3SPS dan Surat Edaran sampai saat ini masih on the track," lanjutnya.
Meski secara garis besar terhitung aman, Nuning menyebut ada satu hal yang perlu menjadi perhatian berkaitan dengan pola menonton. Di momen puasa seperti ini, ada dua jam tayang utama, yaitu saat berbuka puasa dan sahur.
Waktu tayang utama saat berbuka puasa dimulai dari adzan maghrib sampai setelah sholat tarawih. Sementara untuk waktu sahur biasanya dimulai pukul 03.00.
"Waktu sahur ini adalah jam-jam dimana kalau dibolehkan adalah klasifikasi program dewasa, dari pukul 22.00 sampai 03.00. Ada kekhawatiran lembaga siaran TV menampilkan program dewasa, sementara ada anak-anak yang menonton," ucap dia.
Sejauh ini, berdasarkan data yang dimiliki KPI setiap tayangan di waktu sahur masih tergolong cukup aman. Yang kemudian menjadi catatan adalah visual dari iklan makanan atau menu berbuka yang diharap tetap tidak berlebihan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari siaran hiburan berkaitan dengan goyangan, yang diambil dengan gambar medium. Bagi KPI, ia menyebut hal ini akan menjadi perhatian dan tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Nuning berharap, di bulan Ramadhan yang penuh dengan suasana khusyuk beribadah, maka semua pihak yang terlibat dalam penyiaran bisa menghadirkan muatan yang menghormati hal tersebut.
"Programnya tidak harus program Ramadhan, tapi program yang memberikan penghormatan terhadap nilai-nilai kekhusyukan di bulan suci ini. Contohnya tidak boleh mengekploitasi muatan yang mengarah pada seksualitas berlebihan," katanya.
Terakhir, ia ingin agar kepatuhan nuansa siaran yang penuh dengan nilai bisa tetap konsisten terjaga setelah Ramadhan. Jangan sampai ketika bulan suci selesai, siaran yang ada berubah berisi muatan yang tidak mencerminkan hal positif atau berkualitas. Bagi Nuning, Ramadhan adalah momentum untuk memperbaiki kualitas siaran pertelevisian Indonesia.