REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- JAKARTA -- PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk melakukan Penambahan Modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PM-HMETD) atau rights issue. ADHI akan menerbitkan saham baru sebanyak-banyaknya 7,12 miliar lembar Saham Seri B dengan nilai nominal Rp100 per saham melalui mekanisme Penawaran Umum Terbatas.
Perseroan menargetkan dapat menyerap dana hingga Rp 1,89 triliun dari aksi korporasi tersebut. Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk. Entus Asnawi mengatakan penambahan modal ini akan digunakan sebagai alokasi penggunaan dana untuk memperbaiki struktur permodalan ADHI.
"Dengan dana tersebut, perseroan akan meningkatkan kapasitas dan pengembangan usaha melalui proyek investasi di bidang infrastruktur," kata Entus saat konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2021, Kamis (7/4/2022).
Di samping rights issue, ADHI juga telah mendapatkan persetujuan untuk penambahan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 1,97 triliun. Menurut Entus, penambahan modal negara untuk perseroan telah masuk ke dalam UU APBN dan sedang dalam memproses penerbitan peraturan pemerintah (PP).
Dari total dana PMN sebesar Rp 1,97 triliun, Entus memerinci, sekitar Rp 1,40 triliun akan digunakan untuk penyertaan modal pada jalan tol Solo-Jogjakarta-Kulon Progo. Kemudian dana sejumlah Rp 390 miliar akan dialokasikan untuk jalan tol Jogjakarta-Bawen sebesar Rp 390 miliar. Sisanya Rp 185 miliar digunakan untuk proyek SPAM Karian-Serpong.
Di samping itu dana akan digunakan untuk pendanaan pembangunan fasilitas pengelolaan limbah terpadu tahap kedua yang berlokasi di Medan sebesar Rp 495 miliar. Dana PMN juga akan dialokasikan untuk proyek Jalan tol JOR Elevated Ruas Cikunir-Ulujami sebesar Rp 662 miliar. Dana sejumlah Rp 177 miliar akan dialokasikan untuk preservasi jalan lintas timur Sumatera Selatan.
Pada tahun ini, perseroan juga berencana untuk menerbitkan Obligasi Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) III tahap III. Penerbitan PUB III Tahap III ini ditempuh sebagai salah satu opsi pendanaan apabila diperlukan.
Sebelumnya, Entus menyampaikan ADHI juga melihat potensi pembiayaan dari Indonesia Investment Authority (INA), dana abadi Indonesia atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Menurut Enthus, kehadiran SWF memberikan manfaat yang sangat besar untuk sektor konstruksi.
Enthus mengakui perseroan saat ini belum memiliki aset investasi siap untuk ditawarkan ke SWF. Namun tidak menutup kemungkinan perseroan akan mencari potensi lain disamping skema divestasi. "Kemungkinan kami juga akan memanfaatkan SWF, mengingat SWF ini tidak hanya yang sifatnya investasi tetapi juga memberikan funding untuk proyek-proyek yang berjalan," kata Enthus.
Direktur Human Capital & Sistem PT Adhi Karya Tbk. Agus Karianto, menambahkan sampai akhir Maret 2022, ADHI mencatat perolehan kontrak baru sebesar Rp 3,9 triliun di luar pajak. Kontrak ini terdiri dari lini bisnis konstruksi dan energi dengan porsi 85 persen, properti sebesar 7 persen dan lini bisnis lainnya sebesar8 persen.
Berdasarkan tipe pekerjaannya, perolehan kontrak baru berasal dari proyek jalan sebesar 29 persen, gedung sebesar 30 persen, dan infrastruktur lainnya 41 persen. Sedangkan berdasarkan sumber pendanaan, sekitar 33 persen kontrak baru beras dari pemerintah, 16 persen berasal dari BUMN dan 51 persen berasal dari swasta.
Menurut Agus, ADHI menargetkan perolehan kontrak baru pada tahun 2022 mencapai Rp15 triliun hingga Rp 28 triliun. Jumlah ini meningkat sekitar 15-20 persen dibandingkan tahun 2021. Perolehan kontrak baru ini didukung beberapa kontrak tahun lau yang bergeser ke tahun 2022 sebesar Rp 9 triliun.