Kamis 07 Apr 2022 19:19 WIB

Kejanggalan Vonis Munarman Versi Kuasa Hukum

Munarma hanya terbukti menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Personel kepolisian bersenjata laras panjang berjaga saat sidang lanjutan kasus dugaan terorisme dengan terdakwa mantan Sekretaris Umum FPI Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana terorisme.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Personel kepolisian bersenjata laras panjang berjaga saat sidang lanjutan kasus dugaan terorisme dengan terdakwa mantan Sekretaris Umum FPI Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana terorisme.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman telah merampungkan analisis mendalam terkait vonis terhadap kliennya. Dari kajian itu, ditemukan sejumlah kejanggalan atas vonis tersebut.

Perwakilan tim kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, menyampaikan kesalahan dalam pertimbangan vonis. Pertama, kata Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11204/Pen.Pid/2014/PN. JKT. PST Tanggal 11 Oktober 2014, padahal bukti terlampir adalah Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Kedua, dalam penetapan tersebut tidak pernah ada nomenklatur ISIS. Ketiga, acara di UIN Ciputat disebut berlangsung sejak pagi hari sampai Zhuhur, padahal faktanya Ashar sampai Maghrib.

Baca Juga

"Keempat, tentang tuduhan membantu (kegiatan ISIS), bahwa saat itu tidak ada satupun perbuatan terorisme yang saat itu terjadi sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003," kata Aziz dalam keterangannya Kamis (7/4).

Munarman dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena tak melaporkan tindak pidana terorisme. Namun tim kuasa hukum menyinggung dua hal penting yang merupakan fakta persidangan dan termuat dalam keterangan saksi. Pertama, rangkaian acara di UIN Ciputat, Makassar dan Medan tersebut terbuka untuk umum. Bahkan, dua acara di Makassar dihadiri dan diatur dalam konvoinya oleh aparat keamanan dan sudah dilaporkan kepada pihak Polda dan Polres setempat.

Kedua, Aziz menyebut Munarman pernah melaporkannya kepada Kapolri yang menjabat saat itu tentang rangkaian peristiwa Makassar dalam diskusi di rumah dinasnya. "Jika ingin menyasar klien kami sebagai terpidana atas tuduhan pidana menyembunyikan informasi, maka tentu saja aparat keamanan yang terlibat dalam tiga rangkaian acara di Makassar dan Medan harus diusut pula," ujar Aziz.

Aziz juga menyinggung diskriminasi hukum yang dialami Munarman. "Demikian juga yang terlibat dalam 'melepaskan' orang-orang yang akhirnya melakukan bom dan berbagai aksi teror di Filipina dan Indonesia setelah ditahan pada saat, sebelum/setelah berangkat ke Suriah maka mereka aparat-aparat tersebut harus diproses hukum, jika tidak, maka jelas ini

adalah penegakan hukum yang diskriminatif," lanjut Aziz.

Selain itu, Aziz menilai, vonis kepada kliennya sudah membuktikan bahwa Munarman bukan teroris. Sehingga segala tuduhan kepada Munarman soal mendalangi aksi terorisme hanya fitnah belaka.

"Vonis tersebut menegaskan tudingan dan tuduhan terhadap klien kami adalah teroris, gembong teroris, dan istilah lain selama ini yang dimonsterisasi terkait teroris dan jaringan teroris adalah fitnah keji dan berbau pesanan khusus yang ditujukan untuk membunuh karakter klien kami dan narasi sesat menyesatkan dari awal proses perkara kasus ini hingga saat ini," kata Aziz.

Diketahui, JPU menuntut Munarman hukuman delapan tahun penjara terkait kasus dugaan tindak pidana terorisme. JPU menilai, Munarman terbukti telah melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan aksi terorisme. Namun hanya pasal mengenai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme saja yang terbukti. Sehingga Majelis Hakim memvonis Munarman dengan penjara tiga tahun.

Munarman dinyatakan bersalah melanggar Pasal 13 C Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ancaman hukuman dalam pasal itu, yaitu pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement