Jumat 08 Apr 2022 00:13 WIB

Komnas Perempuan Kritisi Perkosaan-Aborsi tak Diatur di RUU TPKS

Aturan KUHP tumpang-tindih antara pasal tentang perkosaan, persetubuhan, pencabulan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (tengah) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) menerima laporan mini fraksi dari Anggota Baleg fraksi PAN Desy Ratnasari (kiri) saat mengikuti Rapat Pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Dalam Rapat pleno tersebut Badan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk segera disahkan jadi undang-undang dalam Rapat Paripurna
Foto: Antara/Galih Pradipta
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (tengah) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) menerima laporan mini fraksi dari Anggota Baleg fraksi PAN Desy Ratnasari (kiri) saat mengikuti Rapat Pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Dalam Rapat pleno tersebut Badan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk segera disahkan jadi undang-undang dalam Rapat Paripurna

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengkritisi soal perkosaan dan pemaksaan aborsi yang tidak diatur tersendiri dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Hal tersebut karena kedua tindak pidana ini akan menjadi substansi dalam pembahasan Revisi Kitab Hukum Undang-undang Pidana (RKUHP).

"Perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya adalah isu mahkota dari tindak kekerasan seksual. Penting diingat bahwa perkosaan dan bentuk pemaksaan hubungan seksual lainnya adalah kasus yang terbanyak dilaporkan ke Komnas Perempuan dan lembaga penyedia layanan setiap tahunnya, baik di ranah personal juga di ranah publik," kata dia melalui siaran pers, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga

Dia menyebut dari total 4.323 kasus kekerasan yang dilaporkan ke lembaga layanan pada 2021 di ranah personal dan publik, sebanyak 2.638 atau 63 persen adalah kasus perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya. Menurut dia, pengaturan di dalam KUHP bertumpang-tindih antara pasal tentang perkosaan, persetubuhan, dan pencabulan.

Komnas Perempuan mengusulkan agar muatan pada Pasal 6c menjadi pasal tersendiri sebagai jembatan untuk mengatasi risiko waktu tunggu penetapan RKUHP. "Langkah ini dapat memastikan RUU TPKS semakin memuat terobosan hukum yang menjadi tonggak penting upaya penghapusan kekerasan seksual. Perbaikan ini tidak perlu menunggu revisi RKUHP, melainkan menjadi materi yang nanti diharmonisasi dalam proses perumusan revisi KUHP. Pasal jembatan ini dapat mengantisipasi kerugian korban perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya di masa tunggu penetapan revisi KUHP," katanya.

RKUHP rencananya dibahas dan ditetapkan pada sesi sidang Juni 2022.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement