REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dalam hadist dijelaskan ada dua jenis muntah saat puasa Ramadhan. Pertama adalah muntah yang tidak disengaja dan kedua adalah muntah yang disengaja.
Jika seorang Muslim muntah tanpa disengaja saat puasa Ramadhan, maka puasanya tidak batal dan bisa melanjutkan puasanya. Sementara mereka yang muntah dengan disengaja maka puasanya dianggap batal dan wajib mengqadhanya.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ أَيْضًا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامٍ مِثْلَهُ
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang muntah tanpa disengaja ketika sedang berpuasa, maka ia tidak berkewajiban untuk mengqadha, dan apabila ia sengaja untuk muntah maka hendaknya ia mengqadha." (HR Abu Dawud)
Dalam hadist lainnya dijelaskan bahwa orang yang sedang puasa kemudian muntah karena tidak sanggup menahan muntah tersebut, maka dibolehkan untuk berbuka puasa jika kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk melanjutkan puasa. Tentu setelah tubuh sehat kembali bisa mengqadha puasanya. Tapi jika muntah tersebut disengaja maka wajib untuk mengqadhanya karena puasanya batal.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْكَرِيمِ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ سُلَيْمَانَ أَبُو الشَعْثَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ جَمِيعًا عَنْ هِشَامٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ
Abu Hurairah mengatakan Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa terkalahkan oleh muntah maka ia boleh berbuka, tetapi barangsiapa memaksakan diri untuk muntah maka ia wajib mengqadha." (HR Ibnu Majah)