REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebutkan tiga fokus pengawasan pada tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024. Hal pertama yakni pengawasan dalam penerapan aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
"Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran partai politik di Pemilu 2024. Sipol hanya dijadikan sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan, penetapan partai politik peserta pemilu," ujar Bagja dalam diskusi Sosialisasi Rancangan Peraturan KPU tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu melalui daring, Kamis (7/4/2022).
Bagja berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan sosialisasi penggunaan Sipol secara masif, baik kepada KPU di daerah maupun partai politik. Tak kalah penting, dia berharap agar Sipol diuji coba kekuatan peladennya.
Pasalnya, pada Pemilu 2019 lalu, dia menilai, permasalah terjadi pada Sipol di tengah proses pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan pendaftaran. "Menurut kami lebih baik pada bulan Juli-Agustus itu sudah mulai dites traffic-nya terhadap uploading data di Sipol," kata dia.
Fokus kedua yaitu pengawasan pendaftaran parpol dan penyerahan data keanggotaan di kabupaten/kota. Kemudian fokus ketiga ialah pengawasan verifikasi kantor dan keterwakilan perempuan di tingkat nasional.
Dalam mengawasi tahapan verifikasi kantor dan keterwakilan perempuan di tingkat nasional, Bawaslu melihat beberapa hal, yakni apakah ada atau tidaknya dokumen kontrak atau pinjam pakai atau sewa kantor, surat keterangan domisili, dan apakah surat keterangan domisili sesuai dengan Sipol atau tidak.
Dalam hal keterpenuhan keterwakilan 30 persen perempuan, Bagja melihat terdapat dua basis jumlah kepengurusan yang berbeda yaitu dengan basis Sipol dan basis SK Kemenkumham. "Manakah yang akan dipakai oleh teman-teman KPU dalam menilai hal tersebut? KPU Perlu menyinkronkan data dengan Kemenkumham yang ter-update," ucapnya.