Jumat 08 Apr 2022 15:42 WIB

ISESS Sebut Mangkraknya Kasus Kematian Akseyna Jadi Catatan Buruk Polri

Polisi belum berhasil mengungkap kasus kematian mahasiswa UI sejak 2015.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Mahasiswa Universitas Indonesi, Akseyna Ahad Dori.
Foto: Ist
Mahasiswa Universitas Indonesi, Akseyna Ahad Dori.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengkritisi kinerja kepolisian karena tak kunjung bisa memecahkan kasus kematian mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Akseyna Ahad Dori. ISESS menyarankan penguatan kompetensi penyidik guna mencegah kasus mangkrak bertambah banyak.

Pengamat kepolisian ISESS Bambang Rukminto menyebut, personel kepolisian memang hanya manusia biasa yang punya keterbatasan. Dia menduga kendala kasus kematian Akseyna, di antaranya minimnya bukti dan saksi. Pasalnya, kepolisian tak bisa sembarangan menetapkan tersangka kasus dugaan pembunuhan.

Baca Juga

"Untuk meningkatkan status pada penyidikan juga harus menetapkan tersangka secara tepat, bukan berdasar asumsi-asumsi agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan seseorang," kata Bambang kepada Republika di Jakarta, Jumat (8/4).

Bambang menilai, lambatnya penyelesaian kasus Akseyna pastinya berdampak pada kinerja penyidik kepolisian. "Kasus-kasus berat seperti ini memang menjadi ujian bagi kepolisian juga, karena akan menjadi poin negatif bagi raport kinerja penyidik. Walau realitanya memang berat untuk menuntaskannya," ucapnya.

Bambang menyampaikan, kasus yang mentok karena kesulitan menemukan barang bukti dan saksi, seperti kematian Akseyna bisa masuk pada kategori dark number. Istilah dark number dalam hukum ialah sesuatu yang keberadaannya sulit dicari lagi. "Kasus semacam ini bisa dibuka kembali bila ada bukti-bukti atau saksi-saksi baru," ujar Bambang.

Oleh karena itu, Bambang menekankan, perlunya peningkatan kompetensi penyidik kepolisian seiring kemajuan teknologi. Kemudian, penyidik perlu ditopang peningkatan sarana prasarana, seperti forensik.  "Scientific crime investigation dengan penggunaan IT itu sudah harus menjadi kebutuhan setiap satuan wilayah. Bila tidak akan banyak kasus-kasus gelap seperti ini terjadi," ucap Bambang.

Bambang juga berpesan agar pihak kepolisian tak perlu pamer dengan kuantitas penyelesaian kasus apabila kualitas kasusnya cenderung ringan. "Jangankan kasus almarhum Akseyna yang sudah terjadi tujuhn tahun lalu, kasus pembunuhan ibu dan anak perempuan di Subang beberapa waktu lalu sampai sekarang juga belum terkuak siapa pelakunya. Dan ini tentunya bukan pembenar untuk tidak menyelesaikannya," ujar Bambang.

Jenazah Akseyna diketahui ditemukan mengambang di Danau Kenanga UI, Kota Depok, Jawa Barat pada 26 Maret 2015. Mahasiswa jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI tersebut ditemukan mengambang satu meter dari tepi danau dengan kedalaman 1,5 meter.

Lalu dalam tas yang digendong oleh Akseyna ditemukan sejumlah batu yang diduga digunakan pelaku untuk mencegah tubuh Akseyna mengambang. Tubuh Akseyna turut menderita luka lebam saat ditemukan. Seruan agar kasus Akseyna diungkap terus digalang di dunia maya. Hingga Jumat (8/4/22) siang sudah ada 109.400 orang yang menandatangani petisi dukungan pengusutan kasus Akseyna di Change.org.

Baca: Tujuh Tahun Berlalu, Mari Bantu Polisi Ungkap Kasus Akseyna

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement