REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Importir batu bara Eropa dan Asia diperkirakan akan saling berebut sumber bahan bakar alternatif. Pasalnya, Uni Eropa melarang impor batu bara Rusia.
Namun, beberapa importir mungkin kesulitan untuk mempertahankan tingkat pasokan. Eksportir utama Australia dan Indonesia telah mencapai batas produksi dan produsen utama Afrika Selatan terkendala oleh masalah logistik.
Larangan impor batu bara Rusia oleh Uni Eropa akan berlaku mulai pertengahan Agustus. Menurut sumber Uni Eropa, jadwal ini sebulan lebih lambat dari yang direncanakan, menyusul tekanan dari Jerman untuk menunda tindakan tersebut.
Di 10 besar produsen batu bara Afrika Selatan, Exxaro Resources, mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya telah menerima banyak permintaan dari negara-negara Eropa yang ingin menandatangani kontrak pasokan. Perusahaan memiliki kualitas batu bara yang tepat untuk pasar Eropa.
Sayangnya, produksi saat ini telah dialokasikan. Selain itu, persoalan di jaringan kereta api Afrika Selatan berarti para penambang tidak akan dapat mengekspor lebih banyak untuk memenuhi peningkatan permintaan.
"Produsen batu bara Afrika Selatan mampu memproduksi lebih banyak, tetapi pekerjaan yang signifikan perlu dilakukan untuk meningkatkan logistik guna meningkatkan pasokan batu bara untuk ekspor," kata Exxaro.
Kapasitas perusahaan kereta api milik negara Transnet untuk mengangkut ekspor mineral telah dibatasi oleh pencurian kabel dan vandalisme.
Perusahaan energi Jerman Uniper mengatakan telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan pembangkit listrik tenaga batu bara di Eropa dapat dioperasikan secara teknis tanpa batu bara Rusia. Jerman juga memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pasokan Rusia.