REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG— Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menargetkan kasus kekerdilan pada anak di daerah itu turun hingga menyentuh 12 persen pada 2023 dari 8.000 orang anak yang mengalami kekerdilan (stunting).
"Pemerintah Provinsi NTT akan fokus untuk menangani 8.000 anak yang mengalami kekerdilan. Kami menargetkan pada saat kami selesai menjadi Gubernur NTT pada 2023 kekerdilan di NTT sudah menyentuh angka 12 persen," kata Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Lasikodat, dalam keterangan tertulis Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT yang diterima di Kupang, Jumat (8/4/2022).
Saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Lembata, Gubernur menjelaskan saat ini angka kekerdilan di NTT telah turun walaupun di bawah angka nasional yaitu sekitar 22 persen.
"Itu berarti kita masih punya sekitar 8.000 anak di NTT yang mengalami kekerdilan. Kita tidak boleh lengah tetapi harus kerja terus, sehingga saat kami selesai menjadi gubernur pada 2023 kekerdilan di NTT sudah menyentuh angka 12 persen," katanya.
Dia mengajak semua pihak di provinsi berbasis kepulauan ini harus terus bekerja keras karena angka kekerdilan NTT masih tetap tinggi.
Dia menyampaikan terima kasih kepada ibu-ibu di daerah-daerah di NTT yang terus bekerja keras menurunkan angka kekerdilan pada anak di NTT. "Kita harus bekerja secara bersama-sama untuk mengatasi kekerdilan anak," katanya.
Sementara itu Bupati Lembata Thomas Ola menyampaikan pemerintah daerah memiliki strategi dalam mengatasi kekerdilan dengan mengembangkan usaha tanaman sorgum untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.
"Sorgum yang dikembangkan bukan hanya sebagai makanan tambahan bagi balita, tapi juga upaya untuk memutus mata rantai kekerdilan," katanya.
Saat ini terdapat 1.895 anak di Kabupaten Lembata yang masih menderita kekerdilan, sehingga melalui pengembangan usaha sorgum mampu menekan kasus kekerdilan pada anak di daerah itu.