REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Aji Prihamdana, Idealisa Masyrafina, Shabrina Zakaria, Ali Mansur, Antara
Ribuan mahasiswa melakukan aksi di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Jumat (8/4/2022). Aksi mahasiswa itu merupakan respons kepada pemerintah yang dinilai tak bisa mengatasi masalah di negeri ini.
Koordinator lapangan dari mahasiswa Universitas Siliwangi (Unsil), Sadid Farhan, mengatakan, aksi tersebut bentuk kekecewaan terhadap pemerintah. Pemerintah dinilai tak bisa mengatasi masalah yang menyebabkan masyarakat hidup dengan kesulitan.
"Kami dengan tegas meminta penerintah menstabilkan harga kebutuhan pokok," kata dia kepada wartawan, Jumat (8/4/2022).
Menurut dia, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kelangkaan minyak goreng sangat dirasakan oleh masyarakat kalangan bawah. Alih-alih mengatasi masalah itu, pemerintah justru menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), yang notabene makin menyengsarakan rakyat.
Ironisnya, pemerintah juga masih menyuarakan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. "Kami juga menolak wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode yang saat ini masih mencuat," kata dia.
Sadid menambahkan, massa aksi juga dengan tegas menolak pemindahan ibu kota negara (IKN). Apalagi, kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang tidak baii-baik saja.
"Kami menolak pemindahan IKN di tengah kondisi ini," kata dia.
Koordinator aksi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Robi Samsul Maarif, menilai, pemerintah tak memiliki konsep dalam mengatasi masalah negara yang ada. Ia mencontohkan, kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM adalah buktinya. Padahal, BBM merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Tak hanya itu, harga kebutuhan minyak goreng juga masih tinggi dan langka. Menurut dia, langka dan tingginya harga minyak goreng disinyalir akibat ada banyak mafia. Sementara pemerintah tak bisa berbuat apa-apa.
"Pemerintah nyatanya tak bisa menyelesaikan masalah itu," kata dia.
Robi menambahkan, massa aksi juga dengan tegas menolak pemindahan IKN di tengah kondisi seperti ini. Massa juga meminta wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dihentikan.
"Itu merupakan embrio oligarki. Selaku mahasiswa, kami menolak itu semua," kata dua
Berdasarkan pantauan Republika, aksi yang digelar sejak pukul 13.00 WIB itu berjalan dengan kondusif. Meski mahasiswa berhasil menguasai Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, tak terjadi kericuhan dengan aparat.
Baca juga : Harga Migor Meroket, Demokrat Desak Mendag M Lutfi Mundur
Sejak aksi dimulai, aparat hanya berjaga di sekitar massa aksi tanpa menghalangi mahasiswa yang masuk ke dalam gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Puncaknya, mahasiswa berhasil menduduki Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Kota Tasikmalaya.
Dalam aksi itu, memang sempat terjadi cekcok antara mahasiswa dan aparat yang berjaga. Cekcok tersebut bermula ketika Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Aszhari Kurniawan ikut masuk ke dalam Ruang Rapat Paripurna yang sudah dipenuhi mahasiswa.
Kapolres hendak menyampaikan bahwa Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Aslim, bersedia menemui dan berbicara dengan massa aksi. Namun, mikrofon yang digunakan Kapolres direbut paksa oleh mahasiswa. Sorak sorai mahasiswa makin menjadi. Alhasil, Kapolres kembali mundur ke delam dan membiarkan Ruang Rapat Paripurna tetap dikuasai mahasiswa.
Aszhari mengakui, sempat terjadi perbedaan pendapat antara mahasiswa dan aparat. Menurut dia, pihaknya telah melakukan negosiasi dengan salah satu perwakilan mahasiswa bahwa massa aksi mau menerima kehadiran Ketua DPRD Kota Tasikmalaya.
"Namun, ketika Ketua (DPRD) sudah masuk, mereka menolak kehadirannya. Saya tadi mencoba menyampaikan kalau Ketua hadir bersama massa. Tapi mahasiswa merebut mikrofon," kata dia.
Kapolres memastikan, tidak ada aksi saling pukul antara mahasiswa dan aparat. Aksi disebut berjalan kondusif.
Baca juga :BEM SI Rencanakan Demo 11 April, BEM Nusantara Temui Wiranto
Korlap aksi, Sadid, mengatakan, mahasiswa bersikap tak mau melakukan negosiasi dalam aksi kali ini. Sebab, dalam aksi ini, mahasiswa tak mau berkompromi.
"Tapi, tadi mereka mau berbicara. Kami tak bisa menerima. Ini sebagai bentuk kekecewaan kami," kata dia.
Usai berhasil menduduki gedung DPRD Kota Tasikmalaya, mahasiswa berangsur membubarkan diri sejak pukul 17.00 WIB. Massa aksi membubarkan diri dengan tenang.
"Alhamdulillah, mereka dapat meninggalkan dprd dengan kondusif," kata Kapolres.
Kendati demikian, Sadid mengingatkan, apabila sikap mahasiswa tak dihiraukan, pihaknya akan melakukan aksi yang lebih besar. "Kalau sikap kami tak didengarkan, kami akan melakukan aksi yang lebih besar," kata dia.