Jumat 08 Apr 2022 21:25 WIB

Kadin Ungkap Indonesia Sulit Lepas Jerat Impor Alat Kesehatan

Indonesia masih impor sebab ekosistem investasi bisnis alat kesehatan belum terbentuk

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Petugas kesehatan meneteskan sampel dari seorang calon Aparatur Sipil Negara (ASN) ke alat tes cepat antigen (ilustrasi). Indonesia masih impor sebab ekosistem investasi bisnis alat kesehatan belum terbentuk.
Foto: ANTARA/Destyan Sujarwoko
Petugas kesehatan meneteskan sampel dari seorang calon Aparatur Sipil Negara (ASN) ke alat tes cepat antigen (ilustrasi). Indonesia masih impor sebab ekosistem investasi bisnis alat kesehatan belum terbentuk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--  Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mengungkapkan Indonesia belum bisa mandiri terkait industri alat kesehatan. Setidaknya ada dua strategi yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam pemenuhan kebutuhan alat kesehatan.

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Kesehatan Charles Honoris mengatakan China, Taiwan, dan Korea Selatan, menerapkan dua strategi umum, yaitu pembukaan jalur pemasaran dan pembentukan ekosistem alat kesehatan.

Baca Juga

"Banyak yang bertanya, 'Apakah produknya tersedia, tetapi niat pemerintah untuk membeli produk dalam negeri yang tidak ada?' Atau 'Apakah produknya memang tidak tersedia sehingga pemerintah terpaksa memenuhi produksi dari luar negeri?' Bila demikian, apa yang harus kita lakukan bersama untuk membuat produk tersebut tersedia?" tutur Charles dalam keterangan resmi, Jumat (8/4/2022).

Charles menjelaskan, negara-negara tersebut memulai kemandirian dengan memiliki komitmen untuk membeli alat kesehatan dalam negeri sebanyak mungkin dan tetap memperhatikan unsur keamanan, kualitas, dan ketersediaan (K4).

"Dengan terbukanya jalur pemasaran, maka ekosistem alat kesehatan nasional akan terbentuk," jelasnya.

Menurutnya produsen komponen, bahan baku, sarana pengujian dan lain-lain juga akan terbentuk seiring meningkatnya permintaan pasar alat kesehatan dalam negeri. "Unsur-unsur triple helix yang berperan dalam kemandirian alat kesehatan, yaitu pemerintah, dunia usaha dan dunia pendidikan (penelitian) harus sejalan dalam hal ini," ucap Charles.

Charles menyebut, pemerintah memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan harus memberikan kesempatan berkembangnya ekosistem alat kesehatan nasional. Bingkai dari berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab, yang menuduh pengusaha alat kesehatan sebagai mafia, bila masih ada sebagian komponen atau bahan baku yang diimpor, seharusnya tidak mendapat perhatian.

"Sebaliknya, pemerintah bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia pendidikan untuk mengawal kemandirian alkes melalui peningkatan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) secara bertahap yang akan menjadi indikator berkembangnya ekosistem alkes nasional," ucapnya.

Sementara itu Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia, menambahkan, sejumlah alasan mengapa alat kesehatan Indonesia belum mandiri. Hal lainnya terkait ekosistem investasi bisnis alat kesehatan belum terbentuk.

"Industri hulunya belum memadai. Hal ini membuat terbatasnya ketersediaan bahan baku dalam negeri serta laboratorium uji alat kesehatan yang terbatas," ucap Lucia.

Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro mengungkapkan, beberapa alasan masyarakat dan penyedia layanan kesehatan lebih suka membeli alat kesehatan impor daripada produk lokal. Pertama, menurut dia, belum banyak kampanye bangga beli produk Indonesia alat kesehatan.

"Meski tidak semua, banyak dokter yang bilang, alat dalam negeri kurang bermutu. Di sini perlunya kampanye bangga beli produk alat kesehatan Indonesia kepada para dokter sebagai pelayan kesehatan. Kalau pasien kan ikut anjuran dokter saja. Jadi, persepsi brand terhadap alkes dalam negeri dari dokter itu sangat penting," ucap Laksono.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement