Surabaya - Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Langkah tersebut sebagai tindak lanjut diterbitkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS.
Ketua Pansel Satgas PPKS, Prihandari Satvikadewi mengungkapkan, pansel dibentuk untuk menyusun aturan terkait kekerasan seksual dan akan ditetapkan dalam keputusan rektor pada Juni 2022.
Sementara itu, tugasnya memberikan edukasi dan pendampingan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Anggota panselnya ada tiga, kami daftarnya dari panitia pembentukan pansel dan daftar ke Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud RI dan mengikuti ujian online dan tes juga," ujar Vika-sapaan Prihandari Satvikadewi, Jumat (8/4/2022).
Vika melanjutkan, pansel ini bertugas menyeleksi anggota satgas. Termasuk komposisi satgas yang minimal lima orang yang merupakan mahasiswa, dosen, dan tenaga Pendidikan.
"Karena kekerasan seksual ini masalah yang sensitif. Sehingga yang paling diperlukan orang yang paham tentang pemahaman dan mengidentifikasi kekerasan seksual. Masa kerjanya satgas dua tahun dari sejak diangkat, jadi ada peluang bergantinya keanggotaan mahasiswa kalau mereka lulus," papar dia.
Anggotaan satgas ini rencananya akan diisi 7 orang dan diakui secara akademik. Bagi dosen bisa masuk dalam kegiatan Tridharma perguruan tinggi. Sementara bagi mahasiswa bisa untuk MBKM.
"Kalau tendik kaitannya dengan kinerja. Dan ada wacana pejabat struktural sedapat mungkin tidak merangkap agar menghindari konflik kepentingan," tegasnya.
Pengecualian pejabat struktural, dikatakan Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya ini. Karena penanganan kekerasan seksual di kampus tidak hanya di lingkup perkuliahan saja, tapi bisa di spektrum yang lebih tinggi.
"Langkah pembentukan satgas nanti ada sosialisasi dan seleksi juga semacam fit and proper test juga. Karena memang ada kriteria, paling tidak mereka pernah mendampingi, kepedulian dan pernah terlibat dalam penyelesaian pada kekerasan seksual," tambah dia.
Dengan adanya satgas, jika warga Untag Surabaya mengalami pelecehan seksual bisa langsung diakomodir. Berbeda dengan sebelum adanya satgas yang hanya dilakukan konseling baru diteliti.
"Tetapi nantinya saat udah ada satgas, maka laporan dan rekomendasi tindakan yang harus diambil perguruan tinggi dari satgas," ujar Vika.
Menurut Vika, perlindungan korban menjadi bagian paling penting dalam tugas satgas. Sebab permasalahan 'consent' atau konsensus atau persetujuan sempat dijadikan polemik terkait Permen PPKS 30.
"Ini yang dipertegas di Permendikbud ini. Konsensus ini dilihat dari pihak yang lemah, yang mau tidak mau harus setuju. Jadi begitu ada relasi kuasa Permen ini bisa gugur, dilihat korban yang merupakan yang lemah. Dan dia berhak dan bisa dijamin pendidikannya dengan aman dan nyaman," urainya.
Vika membeberkan, terdapat jenis-jenis pelecehan seksual dalam aturan yang dibuat untuk satgas, mengacu dalam RUU TPKS yang akan diturunkan dalam istilah di perguruan tinggi.
"Mulai dari mengancam sampai sifatnya langsung fisikal dijelaskan di sini. Yang menantang itu, kita berhadapan dengan budaya seperti catcalling yang masih dianggap biasa tapi bisa masuk kekerasan seksual juga," ujarnya.
Dengan aturan yang diterapkan satgas dan sosialisasi di lingkungan perguruan tinggi, diharapkan pada akhirnya akan ada budaya baru dalam relasi antar manusia.
"Misal kayak "semok e rek" atau nyebar gambar, misal marah atau dipersoalkan ya boleh," tandasnya.