Sabtu 09 Apr 2022 17:24 WIB

Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Bersumpah akan Larang Jilbab Jika Terpilih

Pemilu Prancis memicu naiknya Islamofobia termasuk soal larangan jilbab

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
 Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen tersenyum selama kampanye di Perpignan, Prancis selatan, Kamis, 7 April 2022. Pemilu Prancis memicu naiknya Islamofobia termasuk soal larangan jilbab
Foto: AP/Joan Mateu Parra
Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen tersenyum selama kampanye di Perpignan, Prancis selatan, Kamis, 7 April 2022. Pemilu Prancis memicu naiknya Islamofobia termasuk soal larangan jilbab

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Kandidat presiden sayap kanan Prancis, Marine Le Pen mengatakan pada hari Kamis (7/4/2022) lalu  bahwa dia akan melarang pemakaian jilbab di depan umum. 

Dia juga menekankan bahwa denda akan dikenakan pada wanita yang mengenakan jilbab jika dia memenangkan pemilihan presiden Prancis yang akan datang. 

Baca Juga

Le Pen membuat pengumuman selama wawancara dengan stasiun radio RTL , di mana dia mengatakan bahwa mayoritas penduduk Prancis mendukung larangan jilbab di depan umum. 

"Ini adalah ukuran yang diminta oleh orang-orang Prancis, dengan 85 persen populasi ingin tidak lagi melihat pemakaian jilbab di jalan-jalan," katanya dilansir dari Alaraby, Sabtu (9/4/2022). 

"(Orang Prancis) memahami bahwa dalam dua dekade terakhir jilbab telah digunakan oleh Islamis sebagai seragam, sebagai demonstrasi lanjutan dari Islam fundamental," ujar Le Pen. 

Namun, kandidat presiden, yang baru-baru ini difoto dengan seorang gadis berhijab selama kampanye pemilihannya, bersikeras bahwa tidak ada yang akan ditangkap karena mengenakan jilbab, meskipun dia mengusulkan larangan. 

Le Pen adalah pemimpin Reli Nasional, yang secara resmi dikenal sebagai Front Nasional, yang didirikan oleh ayahnya Jean-Marie Le Pen. Partai ini dikenal dengan retorika sayap kanan dan anti-imigrasi. 

Terlepas dari upaya sebelumnya untuk menghilangkan setan partai, Marine Le Pen telah dituduh membuat pernyataan rasis selama bertahun-tahun.

Pada 2010 dia membandingkan Muslim yang melakukan salat di jalan dengan pendudukan Nazi di Prancis dalam Perang Dunia Kedua. 

Pada 2021, dia diadili karena melanggar undang-undang ujaran kebencian ketika dia men-tweet gambar-gambar grafis kekejaman ISIS, sebagai tanggapan atas serangan Paris 2015. Dia kemudian dibebaskan dari semua tuduhan. 

Kampanye pemilu Prancis telah ditandai dengan meningkatnya Islamofobia dari kandidat di sebagian besar partai politik, termasuk kandidat sayap kanan Eric Zemmour. 

Presiden saat ini Emmanuel Macron juga telah mengajukan beberapa kebijakan yang menargetkan kebebasan beragama, dan umat Islam yang paling terpengaruh. 

Pemungutan suara putaran pertama dijadwalkan berlangsung pada Ahad besok, dengan Le Pen dan petahana Macron diperkirakan akan lolos ke putaran kedua. 

 

Sumber: alaraby  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement