REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan silaturahim ke Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dan Sekretaris PP Muhammadiyah Dr Agung Danarto.
Pertemuan berlangsung santai dan saling tukar pandangan. Dalam pertemuan yang mendiskusikan masalah keindonesiaan secara santai, Haedar menyampaikan, tantangan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti globalisasi, disrupsi dan postmodern.
Menghadapinya, kata Haedar, memerlukan pemikiran berkemajuan yang dilandasi nilai dan pijakan konstitusi yang kokoh agar tidak salah arah. Disertai sikap optimis dan spirit Bhineka Tunggal Ika yang otentik agar Indonesia bisa hadapi tantangan ke depan.
"Indonesia punya modal rohani, politik, budaya dan sosial yang mencukupi. Nanti, Indonesia bisa jadi bangsa yang besar. Untuk mewujudkan perlu kekuatan bersama mengerahkan segala kemampuan memadukan karakter, persatuan dan etos kemajuan," kata Haedar, Jumat (8/4).
Demokrasi harus dijalankan dengan nilai dasar Pancasila yang diaktualisasikan secara nyata dan jiwa kenegarawanan elit yang tinggi. Jadi, bukan demokrasi prosedural yang berjalan pragmatis dan orientasi politik praktis semata.
Di luar persatuan dan demokrasi, potensi yang dimiliki bangsa ini hebat. Namun, secara kolektif dan sistem demokrasi harus kuat serta kebijakan strategis perlu rancang-bangun yang utuh agar mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju.
Haedar menyampaikan, kondisi kehidupan kebangsaan masih dalam koridor demokrasi dan konstitusi tapi menghadapi masalah kehidupan berdemokrasi. Seperti demokrasi transaksional dan prosedural berorientasi kekuasaan semata dan dibayangi praktik oligarkis.
Ujian dan tantangan demokrasi akan terus dihadapi, termasuk masa pandemi. Jadi, harapannya ke depan seluruh kekuatan bangsa dapat sama-sama merawat demokrasi dalam semangat berpijak nilai kebangsaan luhur, etos kemajuan dan konstitusi yang berlaku.
"Jaga konstitusi dan jangan disiasati untuk kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek yang membuat ketidakpastian dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan," ujar Haedar.