Ahad 10 Apr 2022 05:24 WIB

Soal Aksi 11 April, Menko Polhukam Ingatkan Polisi Jangan Ada Peluru Tajam

Pemerintah mengimbau penyampaian aspirasi mahasiswa dilakukan dengan tertib.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespons terkait rencana unjuk rasa mahasiswa yang akan digelar pada Senin (11/4/2022). Mahfud mengingatkan aparat keamanan dan penegak hukum agar tidak membawa peluru tajam saat melakukan pengamanan aksi tersebut.

Hal ini Mahfud sampaikan usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas mengenai Perkembangan Situasi Politik dan Keamanan di Dalam Negeri, yang berlangsung di Kantor Kemenko Polhukam, Sabtu (9/4/2022). Rapat tersebut dihadiri Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Kepala BIN, Panglima TNI, Kepala Staf Presiden dan Wakabaintelkam mewakili Kapolri, beserta sejumlah pejabat Eselon I Kemenko Polhukam.

Baca Juga

"Dalam menghadapi unjuk rasa itu, pemerintah sudah melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dan penegak hukum, agar melakukan pelayanan dan pengamanan dengan sebaik-baiknya, dan tidak boleh ada kekerasan, tidak membawa peluru tajam, dan jangan sampai terpancing oleh provokasi," kata Mahfud dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).

Mahfud menyebut, unjuk rasa merupakan bagian dari demokrasi. Meski demikian, lanjut dia, Indonesia juga adalah negara nomokrasi atau negara hukum.

Menko Polhukam berharap agar penyampaian aspirasi dalam unjuk rasa dapat dilakukan dengan tertib. "Untuk itu, pemerintah mengimbau agar di dalam menyampaikan aspirasi hendaknya dilakukan dengan tertib, tidak anarkis, dan tidak melanggar hukum. Yang penting, aspirasinya bisa didengar oleh pemerintah dan masyarakat," tegas dia.

Sebagai informasi, BEM SI menyatakan tetap menggelar demonstrasi pada 11 April. Ada enam tuntutan yang disuarakan. Yang paling utama yaitu menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu.

Selain penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, mahasiswa juga mendesak stabilitas harga kebutuhan pokok dan jaminan kesediaan barang-barang pokok bagi masyarakat. Kemudian tuntutan agar Pemerintah membatalkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement