REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kelompok Koalisi untuk Kemanusian Papua menyayangkan sikap keras kepala pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR yang tetap ngotot untuk melaksanakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua. Kelompok sipil dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menegaskan, rencana pembentukan tiga provinsi baru di Bumi Cenderawasih berkali-kali mendapatkan penolakan dari orang-orang asli Papua (OAP).
Penolakan para OAP dan sikap pemerintah tersebut, dikhawatirkan semakin memicu gelombang kerusuhan di Papua, maupun di Papua Barat. Tak jarang dari gelombang kerusuhan atas penolakan pembentukan provinsi baru tersebut, memakan korban jiwa. Dalam beberapa waktu terakhir, muncul demonstrasi-demonstrasi tolak pemekaran di Papua yang sangat besar dan berakhir dengan adanya korban jiwa.
"Pemekaran di Papua saat ini, hanya mendorong situasi yang semakin tidak kondusif di Papua dalam pemajuan hak-hak asasi orang-orang di Papua,” kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (10/4/2022).
Selain Amnesty Indonesia, para LSM anggota Koalisi untuk Kemanusian Papua, adalah Biro Papua PGI, Imparsial, Elsam Jakarta, KontraS, Aliansi Demokrasi untuk Papua, dan KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, bersama SKPKC Keuskupan Jayapura. Serta Public Virtue Research Institute, PBHI, juga melibatkan para peneliti-peneliti, dan akademisi.
Kelompok sipil tersebut menyatakan sikapnya bersama akhir pekan lalu, setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan pemerintah, tentang pembentukan tiga provinsi baru di Papua, dan Papua Barat. Dalam RUU tersebut dikatakan, nantinya akan ada tiga provinsi tambahan di Bumi Cenderawasih. Yakni, Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah