Selasa 12 Apr 2022 00:05 WIB

Upaya Ketiga Le Pen untuk Dapatkan Kursi Kepresidenan

Marine Le Pen mengatakan berupaya memulihkan nilai-nilai Prancis

Red: Esthi Maharani
 Putaran pertama pemungutan suara pemilihan Presiden Prancis berakhir pada Ahad (10/4/2022) malam, nama Marine Le Pen keluar bersama Presiden Emmanuel Macron sebagai dua pesaing utama.
Putaran pertama pemungutan suara pemilihan Presiden Prancis berakhir pada Ahad (10/4/2022) malam, nama Marine Le Pen keluar bersama Presiden Emmanuel Macron sebagai dua pesaing utama.

REPUBLIKA.CO.ID., PARIS -- Putaran pertama pemungutan suara pemilihan Presiden Prancis berakhir pada Ahad (10/4/2022) malam, nama Marine Le Pen keluar bersama Presiden Emmanuel Macron sebagai dua pesaing utama. Ini adalah upaya ketiga Le Pen untuk mendapatkan kursi kepresidenan.

Kandidat sayap kanan yang mencalonkan diri untuk memulihkan nilai-nilai Prancis, berjuang untuk tradisi Prancis dan menjembatani kesenjangan sosial, teritorial, dan budaya yang "telah membawa negara kita hancur."

"Saya akan menjadi presiden untuk semua. Pada tanggal 24, ini bukan hanya pemungutan suara karena keadaan, itu adalah di mana orang akan memilih masyarakat, untuk peradaban kita," katanya kepada para pendukung setelah proyeksi menunjukkan dia akan berhadapan dengan Macron pada 24 April mendatang.

Jajak pendapat keluar menempatkan Le Pen dengan lebih dari 23 persen suara, dan Macron mendapatkan lebih dari 28 persen.

Para pendukung yang berkumpul untuk mendengar pidato kesediaannya terpesona ketika Le Pen membocorkan kata-kata yang ingin didengar pemilih: Bahwa pemerintahannya “akan menjadi tempat di mana orang-orang membela bahasa Prancis, peradaban kita, budaya kita, cara hidup kita, satu di mana orang memilih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kita, sebagai salah satu masyarakat sekuler.”

“Pada 24 April, kita akan melihat bahwa orang-orang akan memutuskan seperti apa lima tahun ke depan untuk Prancis. Tapi kita akan lebih dari itu, ini tentang Eropa, tentang pertahanan, tentang migran, begitu banyak topik yang akan saya pertahankan, dengan teguh.”

Perempuan berusia 53 tahun itu juga menyinggung topik yang sedang hangat dibicarakan yaitu isu pensiun di Prancis. Janjinya adalah untuk memastikan bahwa setiap orang mendapatkan hak yang adil.

Isu – yaitu kemungkinan kenaikan usia pensiun, sehingga memaksa orang untuk bekerja lebih lama – telah memicu pemogokan selama berminggu-minggu di akhir tahun 2019 dan memasuki dua setengah bulan pertama tahun 2020 sebelum pandemi terjadi.

"Saya akan memastikan bahwa Prancis akan berdaulat sehingga pria dan wanita Prancis dapat mengambil keputusan sendiri  dan saya akan memperjuangkan kepentingan pria dan wanita Prancis," katanya. "Saya akan memastikan keamanan untuk semua dengan mendengarkan apa yang terjadi di Prancis. negara kami – dengan mendengarkan Anda, warga Prancis, yang terlalu sering diabaikan oleh pejabat terpilih. Pada hari itu, saya akan melawan tantangan besar yang dihadapi negara kita.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement