Senin 11 Apr 2022 10:10 WIB

550 Mahasiswa Boikot Amazon dan Google Terkait Apartheid Israel

Karyawan Amazon dan Googel juga menuntut hubungan dengan Israel diputus.

Rep: mgrol135/ Red: Ani Nursalikah
Logo Amazon muncul di Douai, Prancis utara pada tanggal 16 April 2020. 550 Mahasiswa Boikot Amazon dan Google Terkait Apartheid Israel
Foto: AP Photo/Michel Spingler, File
Logo Amazon muncul di Douai, Prancis utara pada tanggal 16 April 2020. 550 Mahasiswa Boikot Amazon dan Google Terkait Apartheid Israel

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lebih dari 550 siswa berjanji menolak bekerja atau magang di Amazon dan Google sampai raksasa teknologi itu mengakhiri kontrak mereka dengan pemerintah dan militer Israel.

Janji mahasiswa dibuat oleh kampanye 'No Tech for Apartheid' yang berusaha keras membuat perusahaan berhenti mengambil untung dari apartheid Israel dan kekerasan terhadap rakyat Palestina. Kampanye global itu dijalankan oleh Jewish Voice for Peace dan MPower Change.

Baca Juga

Amazon dan Google menandatangani perjanjian senilai 1,22 miliar dolar AS yang dikenal sebagai 'Project Nimbus' pada Mei tahun lalu untuk menyediakan teknologi cloud kepada pemerintah dan militer Israel.

Dikutip dari The New Arab pada Kamis (7/4/2022), hal ini terjadi ketika Israel terlibat dalam serangan mematikan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 250 orang, menurut sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh karyawan anonim di perusahaan dua raksasa teknologi itu. 

Janji mahasiswa tersebut berbunyi, “Warga Palestina sudah dirugikan oleh pengawasan dan kekerasan Israel. (Dengan) menyediakan teknologi canggih mereka kepada pemerintah dan militer pendudukan Israel, Amazon dan Google membantu membuat apartheid Israel lebih efisien, lebih keras, dan bahkan lebih mematikan bagi warga Palestina.”

"Sampai Amazon dan eksekutif Google memilih berada di sisi kanan sejarah dan memutuskan kontrak, kami berjanji tidak mengambil pekerjaan atau magang di Google atau Amazon," tambahnya.

Mereka menyatakan teknologi harus digunakan untuk menyatukan orang, bukan memungkinkan apartheid dan pembersihan etnis. Kampanye tersebut menyerukan hati nurani mahasiswa di universitas di seluruh dunia untuk bergabung dengan karyawan Google dan Amazon sebagai protes atas kontrak mereka dengan militer Israel.

Oktober lalu, 90 karyawan Google dan 300 karyawan Amazon berbicara menentang kesepakatan itu dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh The Guardian. Mereka menuntut atasan memutuskan semua hubungan dengan militer Israel.

"Atasan kami menandatangani kontrak yang disebut Proyek Nimbus untuk menjual teknologi berbahaya kepada militer dan pemerintah Israel, teknologi ini akan melakukan pengawasan lebih lanjut dan pengumpulan data yang tidak sah tentang warga Palestina, dan memfasilitasi perluasan permukiman ilegal Israel di tanah Palestina," tulis para karyawan.

Awal bulan ini, lebih dari 500 pekerja Google juga menandatangani petisi yang mendukung seorang rekan Yahudi yang mengklaim dia dikeluarkan dari perannya karena memprotes Project Nimbus. Ia menuduh raksasa internet itu melakukan pembalasan secara tidak adil terhadapnya karena aktivitas pro-Palestinanya.

https://english.alaraby.co.uk/news/over-550-students-boycott-google-amazon-over-israel-ties

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement