Senin 11 Apr 2022 17:22 WIB

Tes Darah Kini Bisa Lebih Akurat Deteksi Risiko Sakit Kardiovaskular

Tes darah bisa deteksi kondisi sakit seseorang hingga empat tahun ke depan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nora Azizah
Tes darah bisa deteksi kondisi sakit seseorang hingga empat tahun ke depan.
Foto: Needpix
Tes darah bisa deteksi kondisi sakit seseorang hingga empat tahun ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan saat ini sudah mengembangkan tes darah yang dapat memprediksi seseorang berisiko tinggi terkena serangan jantung, stroke, hingga gagal jantung. Risiko ini disebutkan bisa mendeteksi kondisi dalam empat tahun ke depan.

Tes yang mengandalkan pengukuran protein dalam darah itu memiliki akurasi dua kali lipat dari skor risiko yang ada. Hal ini dapat memungkinkan dokter untuk menentukan jenis obat bagi pasien atau memerlukan obat tambahan untuk mengurangi risikonya.

Baca Juga

"Saya pikir ini adalah batas baru pengobatan yang dipersonalisasi, untuk dapat menjawab pertanyaan, apakah seseorang ini memerlukan peningkatan perawatan atau tidak. Dan ketika kita merawat seseorang, apakah itu benar-benar berhasil," kata pimpinan penelitian tersebut yang juga berasal dari SomaLogic Boulder, Colorado, Dr Stephen Williams, diansir dari The Guardian, Senin (11/4/2022).

Penemuan ini juga bisa digunakan untuk mempercepat pengembangan obat kardiovaskular baru. Tes ini sudah digunakan di empat sistem perawatan kesehatan di AS. Williams berharap bisa diperkenalkan ke Inggris dalam waktu dekat. 

Tes genetik disebtukan bisa memberikan gambaran tentang risiko seseorang terhadap penyakit tertentu. Sementara analisis protein dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang apa yang dilakukan organ, jaringan, dan sel seseorang pada saat tertentu.

Namun, hal yang terpenting, tes ini juga dapat secara akurat menilai risiko pada orang yang sebelumnya pernah mengalami serangan jantung atau stroke, atau memiliki penyakit tambahan. Tes SomaLogic menggunakan pengukuran protein untuk mengkategorikan orang dari risiko tinggi ke rendah, serta memberikan persentase kemungkinan bahwa mereka akan menderita penyakit kardiovaskular dalam empat tahun ke depan.

Williams mengatakan, tes ini pada akhirnya dapat digunakan sebagai titik akhir pengganti dalam uji klinis untuk menilai seberapa baik terapi eksperimental bekerja. Apabila menunggu berbulan-bulan atau bertahun-tahun hingga kesehatan pasien membaik atau memburuk, hal itu akan memperlambat laju pengembangan obat.

Profesor proteomik kardiovaskular British Heart Foundation di King's College London, Prof Manuel Mayr, mengatakan, protein adalah bahan pembangun tubuh kita. Studi ini memberikan pengukuran untuk seperempat dari semua protein yang dikodekan oleh gen kita.

“Itu semua menjadi terwujud karena munculnya teknologi baru yang memungkinkan pengukuran ribuan protein, dan menawarkan peluang baru untuk menilai risiko pada pasien,” papar Prof Mayr.

Sementara, penelitian ini mengungkapkan hubungan baru antara protein dalam darah dan kematian oleh semua penyebab. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai dampak klinis potensial dari penggunaan 27 protein ini, dibandingkan dengan alat prediksi risiko saat ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement