REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utrara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, saat ini NATO sedang mengerjakan rencana untuk mengerahkan kehadiran militer penuh di perbatasan negara-negara anggotanya. Langkah itu bertujuan mengantisipasi agresi Rusia di masa mendatang.
Stoltenberg mengatakan, saat ini NATO berada di tengah transformasi yang sangat mendasar. Hal itu bakal mencerminkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin. “Apa yang kita lihat sekarang adalah kenyataan baru, normal baru bagi keamanan Eropa. Oleh karena itu, kami sekarang telah meminta komandan militer kami untuk memberikan opsi untuk apa yang kami sebut pengaturan ulang,” ucapnya dalam laporan wawancara khusus dengan surat kabar The Telegraph yang terbit pada Senin (11/4/2022).
Menurut Stoltenberg, keputusan tentang pengaturan ulang itu akan dibuat pada pertemuan puncak NATO di Madrid, Juni mendatang. Pernyataan Stoltenberg muncul saat Rusia masih melanjutkan apa yang disebutnya “operasi militer khusus” di Ukraina. Pertempuran telah menyebabkakn lebih dari 4,5 juta warga Ukraina mengungi ke negara-negara tetangga. Itu menjadi krisis terburuk yang dihadapi Eropa sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Sementara di dalam negeri Ukraina, sekitar 6,5 juta orang dilaporkan kehilangan tempat tinggal. Mereka harus tinggal di tempat-tempat penampungan sementara. Pekan lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, operasi militer Rusia di Ukraina bisa berakhir dalam waktu yang dapat diperkirakan. Dia menyebut, tujuan-tujuan dari operasi tersebut telah tercapai.
Menurut Peskov, saat ini militer dan tim perunding Rusia sedang bekerja. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengungkapkan, negosiasi antara Moskow dan Kiev tidak berjalan mulus. Namun Lavrov menekankan, Rusia akan berusaha mencapai semua tujuan. “Saya telah memberi pengarahan kepada teman dan kolega saya tentang bagaimana negosiasi antara delegasi Rusia dan Ukraina berjalan. Mereka tidak berjalan lancar, tapi kami akan berusaha memastikan semua tujuan negosiasi tercapai,” kata Lavrov pada Jumat (8/4/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Pada Rabu (6/4/2022) pekan lalu, Dmitry Peskov telah mengatakan, negosiasi antara negaranya dan Ukraina masih terus berlanjut. Namun dia mengakui, proses pembicaraan masih menghadapi kesulitan dari yang diharapkan. “Proses kerja terus berlanjut, tetapi jauh lebih sulit daripada yang diinginkan. Tentu saja, kami ingin melihat kemajuan yang lebih besar di pihak Ukraina. Masih ada jalan panjang di depan,” ucapnya.