REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Saat kekeringan yang memecahkan rekor dan memasuki tahun ke-13, Chile mengumumkan rencana yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Senin (11/4). Negara ini akan menjatah air untuk ibu kota Santiago, sebuah kota berpenduduk hampir enam juta jiwa.
Rencana tersebut menampilkan sistem peringatan empat tingkat yang berubah dari hijau ke merah dan dimulai dengan pengumuman layanan masyarakat. Kemudian nantinya akan ada pembatasan tekanan air dan diakhiri dengan pemotongan air bergilir hingga 24 jam untuk sekitar 1,7 juta pelanggan.
Sistem peringatan ini didasarkan pada kapasitas sungai Maipo dan Mapocho yang memasok sebagian besar airnya ke ibu kota. Kondisi kedua sungai ini telah mengalami penurunan permukaan air saat kekeringan terus berlanjut.
"Sebuah kota tidak dapat hidup tanpa air. Dan kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam 491 tahun sejarah Santiago di mana kita harus bersiap tidak cukup air untuk semua orang yang tinggal di sini," kata Orrego.
Pemerintah memperkirakan bahwa ketersediaan air negara itu telah turun 10 persen menjadi 37 persen selama 30 tahun terakhir. Penurunan ini dapat terus terjadi hingga 50 persen di Cile utara dan tengah pada 2060.
Defisit air di sungai yang diukur dalam liter per detik ini akan menentukan apakah pemotongan akan dilakukan setiap 12, enam, atau empat hari. Dalam setiap kasus, daerah yang berbeda akan menghadapi pemotongan air setiap hari.
Daerah-daerah tertentu di pusat kota akan dikecualikan karena konsentrasi yang tinggi. Daerah yang dialiri oleh air sumur atau sumber lain selain dua sungai juga akan dikecualikan dari pembatasan tersebut.